Pasukan metalcore Inggris, Architects, kembali menggebrak dunia musik dengan merilis album terbaru yang berjudul All Our Gods Have Abandoned Us, setelah jeda dua tahun sejak keluarnya album Lost Forever//Lost Together di pertengahan tahun 2014. Album ini menjadi album pertama dengan formasi baru mereka yang bertambah menjadi lima orang, album ini menjadi album pertama Architects bersama gitaris barunya, Adam Christianson.
Album yang berisi 11 lagu ini direkam di Gothenburg, Swedia, dengan sentuhan produser kenamaan yang sebelumnya pernah menangani Architects dan beberapa band metalcore asal Inggris lainnya, Henrik Udd dan Frederik Nordstrom, sejak Oktober 2015 lalu. Kemunculan album ini sudah tercium sejak mereka merilis single pertama dalam album ini, “A Match Made In Heaven” pada bulan Maret lalu.
Pada awal pembukaan album ini, Architects memberikan hentakan maksimal pada lagu “Nihilist”, dengan memberi kesan mereka siap menerjang dengan album ini. Permainan cepat dalam lagu ini sekilas mengingatkan pada lagu “Naysayer” di album sebelumnya. Di salah satu bagian dari lagu ini, Sam Carter memberikan sentuhan vokal yang merdu dengan latar petikan gitar sebelum pendengar kembali dihentak dengan distorsi yang seperti biasa, tanpa ampun.
“Deathwish”, lagu kedua dalam lagu ini tidak secepat lagu pertama, dan di lagu ini mereka menambahkan sentuhan-sentuhan violin yang memberikan kesan mendalam dalam lagu ini. Namun sekilas sentuhan-sentuhan tersebut sangat kental mengingatkan akan dua rilisan mereka sebelumnya. Di bagian vokal, sang vokalis sukses memukau dengan suara yang lantang namun sangat terkontrol.
Serangan agak sedikit dikendurkan dalam lagu “Gone With The Wind”, di lagu ini Architects menonjolkan ‘eksperimen’ mereka dengan instrumen-instrumen digital lebih jauh dibandingkan album sebelumnya, permainan yang sedikit melambat pun dibuat seimbang dengan beberapa bagian yang masih dirasa cukup cepat dan bertenaga. Beberapa bagian dari lagu ini pun bisa dijadikan bahan ‘nyanyi bareng’ bagi pendengar. Hal serupa pun terjadi di lagu selanjutnya yaitu “The Empty Hourglass”, bahkan memiliki lebih banyak bagian yang bisa dijadikan bahan ‘nyanyi bareng’. Di bagian vokal, lagu “The Empty Hourglass” diisi dengan vokal yang tidak terlalu cepat.
“A Match Made In Heaven”, lagu yang didaulat menjadi single dalam album ini pun memiliki kesan tersendiri, bagian pembuka lagu ini memiliki kemiripan dengan salah satu lagu di album sebelumnya yang berjudul “Gravedigger”. Terdengar agak membosankan tetapi cukup untuk membuat pendengar tidak berpaling dari album ini.
Sejak album Daybreaker, Architects selalu menyiapkan sentuhan-sentuhan tertentu di beberapa lagu penutup album mereka, hal serupa terjadi di album ini, lagu “Memento Mori” adalah lagu yang didominasi permainan instrumen elektronik, permainan synthesizer dipadu dengan vokal Sam Carter yang terdengar lambat akan menemani di beberapa bagian lagu ini, ditambah lagi dengan efek instrumen yang terdengar ‘glitchy’ memberi keunikan tersendiri di lagu ini.
Secara keseluruhan, tidak ada perubahan yang signifikan dari album ini dengan album sebelumnya, Lost Forever//Lost Together, bahkan dari sisi permainan pun terdengar mirip dan memberi kesan bahwa album ini adalah lanjutan dari dua album sebelumnya. Dari segi tema yang dibawa dalam album ini pun tidak jauh berbeda dari album-album sebelumnya yaitu isu sosial dan politik.
Album ini bisa dibilang memiliki rasa yang cukup keras namun tetap memukau, terutama untuk pendengar yang sering memperhatikan sektor vokal, vokal Sam Carter tentu akan memberikan kesan tersendiri bagi para pendengar.
Album ini dirilis pada tanggal 27 Mei 2016 di seluruh dunia oleh Epitaph Records, UNFD (Australia) dan New Damage (Kanada), serta sudah bisa dinikmati di layanan streaming musik online manapun.
Penasaran dengan salah satu kontennya? cek salah satu single mereka dibawah ini :