Grup band punk rock dari Jatinangor yang diisi oleh Bonyok (vocal), Breh (Guitar/Vocal), Dekur (Bass), dan Obitr (drum) dengan gagah mampu merencanakan playlist seru baru di daftar putarmu. Kuartet ini meluncurkan rilisan fisiknya yang berbentuk kaset pita atau yang dikenal dengan nama cassette dengan judul “Pu(nk)jasera” rilis pada tanggal 27 Oktober 2018 di Cassette Store Day Bandung. Pada rilisan kali itu menandakan bahwa band yang sudah dibangun di tanah Jawa Barat sejak akhir tahun 2014 ini hadir mewarnai skena punk di Bandung khususnya wilayah Jatinangor. Iman “Bonyok” cs mengawali albumnya ini dengan merilis album mininya di Soundcloud.
Dengan melahirkan lima single yang berbuah menjadi empat belas single lanjutan di full-length albumnya, Breh and The Bangsat berhasil membuat kuping berjalan jalan ke ranah makanan khas Jawa Barat. Iman “Bonyok” menuturkan rilisan fisik dari dulu hingga sekarang direkam secara langsung. Perbedaannya untuk full-length album ini secara langsung di studio. Salah satu band dari Cimanggis, The Titits, mengingatkan dengan album ini yang diwarnai dengan tema Titits oleh sentuhan punk rock yang berbeda pada tiap judulnya. Hanya saja Breh and The Bangsat melakukannya dengan tema makanan. Lagu “Intro” dan “Bakar” mengawali distorsi yang membakar sisa dari judul lagu di album ini. “Dodol” sebagai pengenalan pertama makanan manis khas Jawa Barat ini dikemas dalam dentuman drum dan bass.
Selanjutnya, “Galendo” sebagai bentuk makanan pembuka ini masih mewarnai makanan manis khas Jawa Barat dengan durasi beberapa detik saja mengingatkan pada band band hardcore pada umumnya. Nah, lalu siapa yang tidak mengenal makanan cireng? Uniknya Breh and The Bangsat membawa judul “Cipuk” yaitu cireng dan kerupuk sebagai judul lagu di single ke-limanya. Mesin Tempur band dari Bandung juga pada lagu “Mari Membaca” pun mengingatkan selintas dari potongan pendek lirik lirik di lagu “Cipuk”.
Kue manis khas Garut “Burayot” sebagai judul lagu lanjutannya ini mampu menyebutkan resep nya dalam teriakan khas Breh and The Bangsat. Lagu ini jelas masih memiliki intrik yang kuat dan dinamik dalam lagu yang memiliki durasi pendek. Makanan yang tidak sulit ditemukan di seluruh daerah di Jawa Barat, lanjutannya “Lotek” menjadi sebuah keutamaan dalam album ini dengan liriknya mengantarkan bagaiman rata-rata orang yang memesan makan ini dengan logat Sunda yang tidak lepas.
“Bala bala, gehu, cireng, tempe! Yeah! Yeah!”
Penggalan lirik dalam judul “Gorengan” menjadi sebuah kesatuan dari sebuah gorengan yang sering diperjualbelikan oleh mamang-mamang gorengan di Jawa Barat bahkan tidak menghilangkan ciri khasnya. Yang tak kalah eksis nya lagi, “Tahu Bulat” menjadi sebuah highlight dari lanjutan judul “Gorengan” karena di pertengahan tahun 2018, makanan ini menjadi sebuah tren di seluruh Indonesia. Di samping itu, dirilisnya album ini juga mampu melahirkan sebuah video klip dari “Tahu Bulat” yang rilis bulan November di tahun 2018 lalu dengan latar belakang orang berjualan tahu bulat. Masuk ke menu utama, “Empal Gentong” menjadikan judul ini sebuah makanan utama dalam album hingga liriknya yang menceritakan dendangan rasa dari empal gentong ini. Mungkin bagi kalian straight edge sejati, ini kalinya Breh and The Bangsat mensubsitusinya dengan makanan.
Ritme gitar dan bass dari single ke- 11 berjudul “Bandros” juga menghadirkan adukan kekhasan makanan ini, mengaduk campuran adonan yang hadir dalam setiap liriknya. Di penghujung dari album anyar ini ditutup dengan tiga single yang tidak ada sangkut pautnya tentang makanan. “Hummuh”, “Elemen”, dan “Thanks God” hadir sebagai pelengkap penutup dalam perjamuan dari lagu yang telah didengar. Tiga lagu terakhir juga mengingatkan pada Minor Threat pada akhir album “First Two Seven Inches” sangat familiar. Dengan total single sebanyak empat belas lagu andalan di “Pu(nk)jasera”, Breh and The Bangsat kerap hadir langsung di hadapan penggemarnya khususnya di Pulau Jawa.
Kebisingan ala Breh and The Bangsat terinspirasi dari pedagang yang selalu berkeliling kampung berteriak sambil membawa dagangannya. Di dalam naungan record label asal Bogor @tumbilarecords dan @sub.off dari Bandung berhasil meraungi skena punk rock di beberapa kota kecil di Jawa Barat. Dalam pembuatan artwork Breh and The Bangsat pun berkolaborasi dengan Aray dari @matamerahcomix dalam rilisan album “Pu(nk)jasera” nya. Bukan main kalau rilisan band ini tidak menyentuh ranah digital selayaknya rilisan musisi musisi lainnya. Jangan juga bersedih bagi kalian yang ingin mengikuti keseruan dari band ini, platform yang bisa diikuti dimulai dari akun Youtube dan Instagram mereka di @brehandthebangsat. So, kalau penasaran, siap-siap nostalgia berburu kaset mereka, ya!