Sepi pada hari-hari telah memberikan sebuah pola pemahaman yang baru dari arah yang berbeda. Kebebasan yang diberikan mengajarkan arti dari terpenjara yang sesungguhnya. Setahun bukanlah waktu yang sebentar, bisa dikatakan seperti libur yang terpaksa oleh situasi. Kesuaman yang terpancarkan dari hati pun harus ditelan pahit-pahit demi mencegah penyebaran pandemi. Segala kuasa yang diarahkan demi kemajuan bangsa membawa pro dan kontra, terkadang intuisi ingin memberontak untuk memperjuangkan kebebasan.
Dinding yang menghalang dari dalam diri telah tercipta akibat situasi yang tidak mendukung, lupa bersosialisasi pun introvert menjanjikan. Sungguh aneh bila melihat situasi saat ini orang-orang mudah untuk terbodohi dengan memberikan informasi yang menakutkan. Bilamana informasi merupakan senjata, sekali tembak atau sebar pun orang jadi khawatir. Melihat situasi seperti ini, manusia sudah tenggelam dalam rasa ketakutan sehingga sulit untuk menghadapi tantangan tersebut.
Kesadaran pun menampar keras bagi orang dengan pemikiran yang kalut, mengeksplorasi hal-hal baru pun dilakukan demi melawan dan menghancurkan segala sentimen yang terdapat pada situasi seperti ini. Saya pun hampir tenggelam dalam rasa kekecewaan dan ketakutan yang mendalam akibat situasi seperti ini. Ego yang memenuhi akal pun segera dipendam demi keselamatan lingkungan. Petualangan jiwa diri ini telah mencari kedamaian dan kejutan dari hal-hal yang disediakan oleh internet, salah satunya album musik.
Semua orang sudah muak dan mual melihat informasi berkaitan dengan pandemi, mereka membutuhkan hiburan yang relate dengan diri mereka, termasuk saya sendiri. Hiburan yang paling murah untuk didapat adalah lagu. Lagu mengalirkan elemen-elemen hiburan yang mampu memuaskan indera pendengaran dan indera penglihatan. Sebuah alunan musik memberikan nyawa bagi lagu untuk menguatkan penyampaian pesan tersebut. Saya rasa sebuah album yang memberikan nyawa bagi kehidupan saya adalah “Agterplaas” oleh The Adams.
“Agterplaas”, terjemahan dari bahasa Afrika yang memiliki arti halaman belakang atau teras belakang, merupakan album terbaru dari The Adams. Album ini terdiri dari sebelas lagu yang setiap lagunya pun memiliki tingkat kerumitannya tersendiri. Kekuatan dari masing-masing personel pun tersatukan dalam setiap masing-masing karya yang ada di album ini sehingga memberikan pesan yang kuat. Sebuah pernyataan yang kuat meyakini para pendengar bahwa The Adams masih berdiri hingga saat ini.
Petualangan jiwa saya bertemu dengan album ini ketika perjalanan pulang dari suatu tempat dan secara tidak sadar album ini terlintas ketika berada di beranda Youtube saya. Sebelumnya saya pun pernah dikenalkan lagunya The Adams yang berjudul “Konservatif”, namun saya tidak terlalu tertarik karena saya tidak mengerti dengan lirik yang diberikan oleh The Adams. Mungkin ketika itu saya masih SMA dan masih belum memahami konteks dari penulisan lirik “Konservatif”.
Melansir Pop Hari Ini (9/4), Saleh Husein, atau sering disapa dengan Ale, pun mengakui isi dari album ini begitu rumit sekali. Bahkan, menurut Ale terdapat beberapa part yang dapat membuat para pendengar untuk bertanya-tanya dan perlahan tidak percaya dengan tempo yang nyaman. Tingkat kerumitan pada album ini begitu berbeda dengan album yang sebelumnya, bahkan pengerjaannya pun hanya membutuhkan tiga bulan saja. Kerumitan tersebut membawa keberhasilan dan kejutan bagi para pendengar.
Begitu banyak pertanyaan dalam hidup ini tentang menghadapi kepastian akan masa depan, selalu saja berkaitan dengan masa depan. Ketidakpastian selalu menghampiri kehidupan setiap insan dan membawa kekhawatiran bagi mereka yang selalu bertanya-tanya. Pertanyaan-pertanyaan akan masa yang akan datang dalam hidup saya pun terwakilkan dalam album ini, akankah se-seram itu? Atau apakah masa depan se-menyedihkan itu? Saya pun tidak tau.
Segala pertanyaan dalam hidup saya pun perlahan mulai terjawab dari penulisan lirik dari album Agterplaas. Kepastian yang saya cari pun masih belum ditemukan, namun saya menemukan album atau lagu yang dapat mewakilkan hati saya. Malam hari selalu menjadi teman yang tepat untuk memikirkan kepastian di masa yang akan datang. Insecure dan overthinking sudah dijadikan sebagai cemilan malam saat sebelum tidur karena memikirkan akan kepastian.
Benarkah kita akan berjalan sendirian untuk menghadapi masa depan? Manusia selalu mengalami ketakutan akan kesepian dalam menghadapi segala sesuatu. Makanya, mereka selalu melihat ke belakang untuk mengingat kenangan yang indah bersama kerabat tercinta. Sepinya malam selalu mencekam dalam hati dan pikiran manusia, maka air mata selalu mengalir ketika overthinking. Terkadang hening bisa menjadi kawan dan bisa menjadi musuh di saat situasi tertentu.
Sepi menurut Agterplass terdapat pada lagunya yang berjudul “Gelap Malam”. Memandangi informasi mengenai pandemi yang telah mengorbankan begitu banyak nyawa orang yang tidak bersalah membuat saya selalu bertanya-tanya mengenai masa depan. “Apakah kita akan berjalan sendirian untuk menuju masa depan yang diharapkan,” selalu terlintas dalam di otak saya.
Lagu ini menjelaskan begitu singkat namun pesan yang disampaikan pun kuat sekali, seperti dalam bagian “Kebisuan gelap tanpa tanda membuat semua tak berdaya,”. Namun, inti pesan dari lagu ini terdapat pada bagian “Biarlah, biar semua berjalan bersama, Tak usahlah kau berbeda Masa lalu, akankah terus menyala?”, artinya hidup berjalan apa adanya saja.
Gelap malam pun sepertinya dirasakan oleh masing-masing individu saat ini, dengan kata lain orang-orang pun memiliki gelap malamnya sendiri. Gelap malam itu membutakan masyarakat dengan penyajian informasi yang begitu menakutkan. Namun, cara menghadapi gelap malam itu berbeda-beda. Keunikan individu saat ini membawa ke dalam lagu yang berjudul “Pelantur”. “Pelantur” dirasa seperti sebuah attitude untuk bersikap bodo amat terhadap omongan atau informasi yang kita terima dari orang lain mengenai suatu hal.
“Pelantur” memberikan dukungan untuk bersikap apa adanya tanpa perlu melihat dari perkataan orang lain karena perkataan orang lain belum tentu benar. Semuanya akan berjalan dengan lancar apabila bisa menghadapi semua permasalahan di situasi saat ini dengan bodo amat. Manusia selalu berpikir tanpa ideologis dan selalu berfilsafat yang kosong dalam menanggapi segala sesuatu. Bilamana kehidupan sehari-hari adalah penghakiman, manusia bergaya layaknya hakim untuk menghakimi. Selalu saja menilai dan mengkritisi tanpa adanya kebenaran dan fakta.
Kehidupan akan selalu berjalan ke depan tanpa memandang ke masa lalu, namun manusia selalu berjalan mundur karena takut akan masa depan. Kerumitan pun tercipta oleh manusia itu sendiri karena adanya ketakutan yang diterima oleh lingkungan sekitar. Kita pun membutuhkan seseorang yang bisa meyakini bahwa masa depan itu pasti bisa berjalan dengan semestinya, hal ini pun masih saya rasakan hingga saat ini. “Timur” adalah lagu yang begitu terkena dengan hati saya karena lagu ini mewakilkan segala kerumitan yang ada di dalam hati saya.
“Timur” itu bagaikan darah dalam nadi yang mengalir begitu deras dalam urat saya, begitu bergantungnya kehidupan manusia dengan darah. “Timur” selalu berbicara dalam kondisi apapun bahwa di masa depan akan baik – baik saja apabila bersama dia. Setiap orang pun pasti masih mencari ‘timurnya’ masing-masing, bahkan ada yang sudah menemukannya. Bagi saya, “Timur” selalu mengajari bahwa “tidak apa-apa untuk tidak sempurna, namun selalu belajar untuk menjadi yang terbaik di masa yang akan datang.”
Di masa ini memang selalu saja ketidakpastian menghampiri dan menghancurkan segala yang kita ingini. Segala harapan telah terhempas oleh kisruh kehidupan, namun setiap lirik dari “Timur” berbicara mengenai kesia-siaan itu menjadi kekuatan untuk masa depan. Saya selalu merasakan dinginnya ketika mendengar “Timur” karena lagu ini selalu jujur di mana kita berada. Yang pasti dari lagu ini berbicara kekuatan di hari esok.
Dalam setiap karya di “Agterplaas”, The Adams tidak lupa mengisi setiap lirik dengan unsur kata doa. Karena kekuatan doa adalah hal yang selalu menyertai di setiap usaha untuk membangun hari esok dengan cerah. Bagi The Adams, masa depan itu adalah jalan yang terang menuju dunia yang baru tanpa adanya memedulikan masa lalu, dalam setiap langkahnya selalu disertai dengan doa. Lagunya yang berjudul “Esok” dan “Masa Masa” merupakan ungkapan keyakinan terhadap masa depan, keyakinan tersebut dalam bentuk doa dan kembali mengingat ke masa lalu.
Bila dari lagu-lagu yang terdapat dalam “Agterplaas” berbicara soal doa dan keyakinan di masa depan, maka kita pun semestinya tidak usah takut melihat kondisi sekarang akan mempengaruhi perjalanan ke masa depan. Karena keyakinan yang terdapat dalam diri kita pun akan menguatkan dan menyertai dalam perjalanan. Mungkin setiap dari masing-masing kita perlu mendengarkan Agterplaas sebagai cerminan ke masa depan.
Masing-masing diri kita membutuhkan relaksasi, atau bersantai di halaman belakang. Karena dunia ini sudah terlalu kejam dan kacau jika terus dipikirkan akan menjadi stress. Tidak usah mencemaskan ketidakpastian, semuanya sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Tetaplah berjalan meski rintangan menghadang dan ujian selalu pasti ada. Karena, engkau tidak akan pernah kesepian di kehidupan.