“Menciptakan musik adalah sebuah seni menceritakan keresahan akan masalah yang dihadapi, refleksi diri, dan juga perasaan. Bukan untuk industri musik yang scammy maupun piala Grammy.”

Peckham— sub-district yang berdenyut di dalam ramainya hiruk pikuk kota London bagian selatan, rumah bagi para pahlawan rap jalanan, gigs, harta akting nasional, dan tangga merah muda. Ada banyak ragam warna dan suasana saat kios-kios menjual buah, pakaian, dan tas tangan, yang juga bercampur dengan aroma ikan asin dan daging mentah. Tetapi, Peckham bukan hanya itu saja. Hadirnya arkade yang ramai, taman kecil yang indah, rooftop yang menjulang, Peckham juga dikelilingi oleh jalanan samping bertrotoar besi yang berkarat, lengkungan rel kereta mekanik, bar, studio tattoo, hingga rumah makan Filipina yang ramai, menciptakan sebuah lingkungan hipster dan beragam di dalamnya.

Di dalam ramainya ekosistem Peckham, hidup seorang musisi polimatik kreatif bernama Cosmo Pyke, ya itu adalah nama aslinya. Mempunyai penampilan dan suara yang unik membuat ia dilirik dari berbagai industri fashion dan musik. Selain menjadi model, Pyke adalah skater, graffiti artist, penyanyi, dan multi-instrumentalis. Tetapi dari semua itu, musiklah yang ia dedikasikan untuk sebagian besar energinya saat ini. Lagu-lagunya yang longgar dan kabur, serta lirik yang skeptis mencerminkan pendekatannya yang santai terhadap kehidupan. Tumbuh di Peckham, di kamar yang sama dengan tempat ia tidur hari ini, musiknya mengambil inspirasi dari kesenangan hidup yang sederhana di London. Menurutnya, kehidupan yang bergelombang ini memberinya rutinitas menarik yang disajikan setiap harinya. Seperti pergi ke pub, bersepeda, lalu menabrak orang yang ia kenal.

Tumbuh dengan lagu-lagu dari Joni Mitchell, Joan Armatrading dan The Beatles menjadi hal tersendiri baginya. Lagu-lagu Pyke menggabungkan penulisan lagu klasik dengan sedikit reggae, hip-hop, dan indie, yang dikemas dalam debut EP-nya berjudul Just Cosmo. Bercerita tentang kisah hidupnya, mulai dari kepribadian, perselisihan dengan polisi, sampai keresahannya di industri musik. Menurut Pyke, industri musik kala itu adalah suatu industri yang ignorant serta mengandung berbagai ketegangan rasial yang terselip di dalamnya. Tetapi, ia tidak peduli. Dengan perspektif Peckham-nya, Pyke mengambil semua peluang yang ia punya untuk bermusik dan menuangkannya menjadi sebuah lagu. Menciptakan musik bagi Pyke dan sebagian warga Peckham adalah sebuah seni menceritakan keresahan akan masalah yang ia hadapi, refleksi diri, dan juga perasaan. Bukan untuk industri musik yang scammy maupun piala Grammy. 

Salah satu karya dalam EP perdana-nya berjudul “Chronic Sunshine”, salah satu lagu yang menarik perhatian para pendengar musiknya. Seperti sebuah zat, ia mendifusi dan menyulap berbagai genre seperti blues, jazz, reggae, hip-hop, dan sedikit psychedhelic, yang disampaikannya dengan vokal yang berlapis-lapis, melayang diatas irama yang terputus-putus, dan repetitif. Tentunya dengan iringan riff gitar blues yang manis. Membuat para pendengarnya merasakan kesenangan dari arti kehidupan yang sederhana di kota kecil London bagian selatan. Salah satu penggalan liriknya, ”this ain’t a rap for a girl or whatever It’s a rap wrapped up for my guilty pleasures to fuck the leisure” mencerminkan bahwa “Chronic Sunshine” menjadi ladang ketidakpeduliannya akan apa yang terjadi di industri musik saat itu. Lagu itu dibuatnya sebagai dokumentasi diri, sebagai refleksi pikiran, dan juga perasaan. Dengan pengalaman pribadi dan juga sampel pribadi yang dibalut dengan petualangan berkelanjutan di kota Peckham. 

Penampilan Cosmo Pyke di Jakarta (25/08/2018)
(Foto oleh: Naufal Haidar)

Penggalan lirik lainnya, “because I’ve had enough of all this controversy, I’ve been affected and I can’t lie, That shit quite frankly bothers me,” menunjukan bahwa Cosmo Pyke sangatlah terpengaruh dengan berbagai kontroversi, seperti masalah kelas status sosial yang berpengaruh ke pembentukan jati diri seseorang. Ia seolah menyampaikan kepada pendengarnya agar tidak selalu mengikuti kultur/tren yang dikonsumsi dengan gelombang kemewahan untuk menjadi “diri sendiri”. Menjadi seseorang yang terlahir di kelas menengah itu bukan sebuah kutukan, tidak perlu mengubah seluruh estetika Anda hanya untuk dilihat oleh semua orang. Semua itu bersifat destruktif, tidak sehat, dan merusak gentrifikasi sebuah lingkungan.

Terlepas dari liriknya yang bermakna kelam, Pyke membawakan video klip “Chronic Sunshine” dengan santai sambil menghisap sebatang ganja bersama teman-temanya, mengenakan kemeja Fred Perry, dan mengayuh sepedanya. Ia menyampaikan lagu ini sambil berjalan-jalan mengitari Kota Peckham. Walaupun lagu “Chronic Sunshine” dirilis pada tahun 2017, menurut saya lagu ini bisa menjadi referensi lagu baru untuk didengarkan dengan segala keunikan yang dimiliki didalamnya. Niscaya lagu ini akan meningkatkan asa para pendengarnya, dimanjakan dengan berbagai genre yang dimuat dalam satu kesatuan. “Chronic Sunshine” akan membawa Anda ke suatu spektrum yang mengandung berbagai jenis warna didalamya.