Lo tau gak sih orang-orang yang sok ngasih relationship advice, padahal pacaran aja belum? Kesel kan? Tenang aja, “Never Yours” gak bercerita tentang itu kok! Toscasoda mengulurkan tangannya di single ini dan mengajak kita larut ke dalam pengalaman seseorang yang baru saja ditinggal pacarnya untuk seseorang yang lain. Beda dengan anekdot putus hubungan lainnya yang mengambil tema kesedihan, lagu ini memilih untuk mengungkapkan perasaan kebebasan yang kita dapat setelah diselingkuhi orang yang sebetulnya dari awal tidak berhak dicintai.
“I knew you weren’t enough and i was never yours”
Penggalan lirik di atas really captures that emotion. Captures the emotion dari seluruh lagu ini bahkan. Perasaan independen yang dilalui oleh protagonis sepanjang lagu ini sungguh kentara sejak awal menekan tombol play. Malah hal ini terasa makin gamblang menuju penghujung lagu dimana as the song goes, the story unfolds. Ternyata kita ketahui bahwa orang yang menyelingkuhi pemeran utama di lagu ini memintanya untuk memberikan kesempatan kedua. Namun lewat potongan lirik, “my heart wont race for you so would you just leave me alone,” ia menolak mentah-mentah permintaan tersebut.
Cover art “Never Yours” (dok. Toscasoda)
Energi yang dipancarkan oleh si protagonis is very infectious sehingga pendengar juga bisa ngerasain persis kayak apa yang dia rasain. Seakan si “Aku” dalam cerita ini ‘nasehatin’ kita secara langsung tentang apa yang seharusnya kita rasain kalau ada di situasi yang sama. Be free and feel good about yourself. Rasa ini menurut gue sangat tercerminkan juga di instrumental single “Never Yours”. Alunan melodi yang energetic berpacu dengan dentuman drum yang upbeat, feels like chugging a cold ass Mizone on a hot day, seger! In a way, lagu ini juga mengingatkan gue sama berbagai bad bitch anthem yang ada diluar sana oleh Megan Thee Stallion atau Cardi B, walaupun menganut genre yang sangat berbeda. Mungkin lagu ini bisa menjadi alternatif jika bosan dengan genre hip-hop yang kadang terkesan repetitif.
Bagan terakhir lagu ini merupakan salah satu hal yang membuat lagu ini menarik. Transisi dari tempo yang melaju dengan cepat tiba-tiba diinjak rem-nya oleh Toscasoda, menjadi pelan —seperti diajak rehat sejenak setelah tadi dibawa berdendang. Namun sayangnya, hal ini menurut gue tetap tidak membuat single ini begitu stand out apalagi di skena indie pop yang sedang naik-naiknya di Indonesia. “Never Yours” jatuh ke dalam berbagai trope yang sama dengan tembang-tembang di genre indie pop/shoegaze lainnya, seperti kisah teenage romance yang diceritakan melalui vocals dengan reverb seperti merekamnya di kamar yang sudah terkesan monoton walau merupakan sebuah staple di genre tersebut. Sayang banget, padahal gue suka banget riff-riff gitar listrik di lagu ini. Feels super vibrant, very electric (pun intended).
Jujur, gue sendiri masih bingung cara membuat sebuah tunggalan indie pop yang sangat timbul di ekosistem genre tersebut kala ini. Mungkin salah satu solusi yang langsung menonjol di kepala adalah kurangnya single dari aliran ini yang menggunakan bahasa Indonesia. Sebagaimana beberapa pendahulu seperti Well Whale atau Puff Punch yang sudah prominent di skena, seakan genre ini hanya bisa dinyanyikan dalam bahasa Inggris saja. Sedangkan menurut gue, it doesn’t have to be like that. This genre doesn’t have to be defined by the language. Makanya dengan menulis lirik dalam bahasa Indonesia, menurut gue akan mendorong eksplorasi genre indie pop lebih jauh lagi dan menjadi pembeda dari status quo.
Personil Toscasoda (dok. Toscasoda)
Mungkin terlalu cepat buat menyimpulkan apapun, apalagi Toscasoda baru merilis 2 single termasuk lagu ini. Makanya, gue sendiri nunggu banget project-project mereka selanjutnya! Untuk single “Never Yours” sudah bisa dinikmati di platform digital favorit kalian. Oh iya, jangan lupa cek official lyric video-nya juga di kanal YouTube mereka.