Ketika lo lagi dengerin lagu, pernah ngerasain gak sih kalau lagu yang lo dengerin tuh gak bisa masuk ke dalam sebuah genre tertentu? Persis, itulah yang gue rasain ketika denger lagu “Dogma Milenial Provinsi Yggdrasil”. Single terbaru dari band BAPAK. ini udah gue dengerin berulang kali juga tetep aja gak tau genre-nya apa. Is it hardcore punk? Experimental atau progressive rock mungkin? Gue gak tau. Yang jelas, gue lebih nyaman mengaitkan lagu ini dengan berbagai kegiatan yang pengen gue lakuin ketika denger lagu ini. Makan beling, nonjok orang, ngebut-ngebutan, this song makes me want to play the Wii without the straps on. Lagu ini, liar. But is that all there is to it?
Surat kebencian kepada alam semesta berdurasi 4 menit 49 detik ini lahir setelah BAPAK. merilis duo single “Jon Devoight/Pity Me” yang bertindak sebagai “kata pengantar” bagi karya-karya BAPAK. Sebuah tembang yang kisruh dan rusuh yang seakan gak bisa dijinakkan. Impresi ini semakin nempel di kepala gue setelah gue nonton official lyric video “Dogma Milenial Provinsi Yggdrasil” di kanal YouTube BAPAK. dimana mereka menyajikan visual untuk mendukung lagu yang terkesan amat sangat big dick energy ini; font lirik yang berubah-ubah, video yang pixelated sampai tidak jelas, sampai layar yang berkejap-kejap dengan konstan.
(Sumber: Kanal YouTube BAPAK / BAP. / Yosugi)
Tapi malah, liriknya sendiri gak se-big dick energy itu.
“Aku muda!”
“Aku tak berguna!”
Straightforward, gak pake basa basi seakan nge-uppercut lo dan self worth lo. Penggalan lirik di atas kena banget di gue karena mewakilkan salah satu insecurity gue dan kebanyakan generasi milenial diluar sana, yaitu takut masa mudanya terbuang sia-sia tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Apalagi di kala wabah corona biadab ini, semakin banyak waktu yang kita punya, semakin banyak tekanan dari sekitar untuk senantiasa “produktif” dan menghasilkan sesuatu.
“Aku tua!”
“Aku ingin berguna!”
Sedangkan, bait diatas adalah penggalan verse dua dari perspektif yang berlawanan, dari orang yang sudah menua. Memiliki tanggung jawab lebih, membayar sewa, cicilan motor, biaya menghidupi anak istri mungkin? Dengan masa muda yang sudah terlewat, tidak ada waktu untuk main-main lagi, sudah saatnya menjadi berguna.
Kalau gue disuruh deskripsiin lagu ini dalam 3 kata, menurut gue it would be “Chaotic tapi Kohesif”. Lagu ini seperti yang udah berulang kali gue bilang, is chaotic. Instrumentalnya, aransemennya, sampai vokal yang memekakkan telinga dari Kareem dibantu Tomo Hartono sebagai tamu di lagu ini semuanya just screams, chaotic (pun intended). Ada banyak kejutan di sepanjang lagu yang dominan fast paced ini, pengalaman denger lagu ini pertama kali kayak lagi sprint di ladang ranjau. You’ll never see what’s coming. Bisa aja 3 langkah didepan lo ada bom di bawah kaki lo. Tapi pas dengerin lagunya dari awal sampai akhir, semua yang rusuh, ruwet, penuh kejutan ini menyatu dengan sangat runtut dan rapi. Bagan demi bagan dijahit dengan cara yang amat apik, sehingga transisi tiap-tiap bagan terasa sangat seamless. Apalagi semakin menuju akhir, tempo kian melambat seperti memberikan alur cerita; bukti mengapa lagu ini kohesif.
Jujur, pas denger Kareem bakal menyalurkan bakatnya ke dalam sebuah band, gue kaget. Not that I doubted him, tapi gue penasaran banget bakal kayak gimana jadinya Kareem menambah entitas dari BAP./Yosugi sang solois menjadi BAPAK. sebuah band. And disappointed I was not. Setiap lagu BAPAK. masih seakan memiliki jiwa yang dibawakan BAP. dalam karya-karyanya seperti “Belladonna” ataupun “Monkshood”. Bikin gue penasaran setengah mati kandungan dari album mereka yang akan datang, Miasma Tahun Asu! Sebenernya ada caranya kalau mau dengerin albumnya duluan. Lewat QR Code Tour yang baru saja dilaunching BAPAK. For more info on that, you can check the post below.

https://www.instagram.com/p/CDiYKAHnwQI/?igshid=87fembfzs9cm
Kalau bukan gara-gara virus kecil nan bengis ini, gue udah di barisan paling depan siap-siap buka mosh pit. Ditunggu banget pecicilannya Alfath, Encek, Kevin dan Kareem di atas panggung!