Mengkotak-kotakan suatu hal bersama hal lain yang mirip rasanya sudah menjadi sifat alamiah manusia, mungkin sebagai cara untuk mencari keteraturan di dunia yang penuh dengan hal abstrak dan acakadut ini. Musik juga tentunya, dimana kurang afdol rasanya dalam membahas hal ini kalau tidak sesekali melontarkan kata genre, pengkotak-kotakan karya yang sudah ada dari zaman yunani kuno ketika dicetuskan oleh Plato. Dan dari zaman filsuf yunani sampai filsuf-filsuf online sekarang, perkembangan genre dalam musik sudah melesat jauh dan berkembang. Bayangkan saja, Spotify sendiri mempunyai 5,071 genre yang berbeda di dalam database mereka. Catatan kecil, lain kali jadilah sedikit lebih skeptis kalau kamu punya kawan yang bilang dia suka semua genre.

Salah satu aliran musik yang sempat digandrungi oleh muda-mudi penyusun playlist adalah city pop. Genre ini udah lama ada sebenarnya, dari tahun 70-an di jepang, bahkan musisi yang memulai pergerakan tersebut udah nggak ada. Tapi tampaknya sedang digemari kembali di kala dimana pendengar musik zaman sekarang ingin “nostalgia” padahal tidak mengalami, bahkan belum lahir pada saat itu. Oiya, peristiwa itu udah pernah Gilanada bahas di sini. Yang jelas, city pop ini nggak jelas genre atau pergerakan atau apalah sebenarnya, kita cuma sotoy tadi, jadi dari tim penyusun kurang qualified buat ngejelasin juga. Jadi solusinya cukup simpel nggak sih? 

Akhirnya kita semua sampai di sebuah nama. Kurosuke. Pria bernama asli Christianto Ario Wibowo ini sepertinya cukup memenuhi syarat untuk menjawab pertanyaan: Sebenarnya City Pop ini apa sih? atau paling tidak bisa lah, mendapat pendapat dari ahli. 

Kurosuke (Sumber: Instagram @kurosuke.san)

Kenapa Kurosuke? Ketika ditanya siapa musisi yang paling mendekati city pop di Indonesia, pasti tidak jauh dari Fariz RM, Candra Darusman dan sejawatnya. Namun nama Kurosuke lah yang terbayang ketika membayangkan musisi city pop kontemporer saat ini. Apalagi pada bulan Juni lalu, ia mengisi album kompilasi besutan Irama Nusantara dengan merendisi ulang lagu milik Fariz RM dan Transs, Senja dan Kahlua. Memang sudah tidak salah lagi, he’s the one. Maka dari itu Gilanada sangat beruntung bisa diberi kesempatan tanya-tanya sedikit terkait city pop kepada Kurosuke.

Pertama-tama, asal nama Kurosuke dari mana sih?

Kurosuke: “Jadi gue tuh dulu picky eater gitu deh, nah pas gue tinggal di Bandung gue sering makan yang namanya “kukus roti”. Terus, gue juga pernah ngobrol sama temen gue tentang film “My Neighbor Totoro” di mana salah satu karakternya bernama Kurosuke. Terus, setelah gue baca arti “Kurosuke” di Google ternyata artinya gak ada. Lalu, gue kepikiran kalau Kurosuke bisa di word play sama Kukus Roti Susu Keju [tertawa]”.

Nah terus, Kurosuke ini mengusung genre apa tuh?

Kurosuke: “Gue ga pernah mengkotak-kotakan genre project gue. Di saat gue ngeluarin press release banyak media yang nangkepnya city pop yang kemudian muncul stigma Kurosuke city pop deh,” ujarnya.

“Ide arah musik Kurosuke ini muncul pas gue ngelewatin flyover Antasari, karena gue selalu merasa flyover Antasari ini “vibe”-nya Jepang banget, kayak lo lagi main Initial D gitu deh”.

Oke deh, now to the million dollar question ya. Menurut lo City Pop itu apa sih?

Kurosuke: “Menurut gue City Pop itu bukan jenis musik, melainkan sebuah terminologi yang dibangun oleh western media untuk mengklasifikasikan gaya musik tertentu. Hingga saat ini gue masih percaya City Pop tuh yg buat orang-orang Amerika”.

City pop ini juga muncul karena, icon/musisi yang dilabel “City Pop” itu memiliki influence yang mirip-mirip, yang kemudian mereka implementasikan di musik mereka, sehingga di era itu banyak musik yang feel-nya orang bilang City Pop“.

Budaya city pop yang mulai masuk di Indonesia ini kan mulai masuk di Indonesia nih, pendapat lo tentang peristiwa ini apa?

Kurosuke: “Tahun 2021 ini gue ditawarin untuk ikut serta dalam kompilasi cover-cover lagu City Pop jadul di Indonesia. Nah, dari sini gue sadar seberapa besarnya dampak dari city pop di generasi sekarang. Gue sih berharap anak-anak muda yang akhirnya sekarang suka City Pop ini bisa mengambil sesuatu yang lebih dalam lagi dari sekedar gue suka banget nih sama Tatsuro Yamashita, melainkan ambil juga cara berpikir dia, dan hal ini adalah hal yang gue rasakan saat membuat project ini”.

Dengan lo dicap sebagai musisi City Pop, sebenarnya influence lo dalam bermusik itu siapa sih?

Kurosuke: “Salah satu fakta memalukan gue adalah username e-mail yang gue pake di semua sosial media gue sampe SMA tuh ariolovebeatles@apamail.com gitu [tertawa]. Karena bisa dibilang gue obsessed banget sama The Beatles, bahkan gue sampe tau mereka pake gitar apa, mic, sampe amplifier apa”.

“Kalo untuk city pop gue kena banget sama Haruomi Hosono sih”.

Terakhir nih, menurut lo musisi “rising star” di Indonesia siapa sih yang patut didengar?


Kurosuke: “Ada satu penyanyi namanya Dere, wah gila musik dia sih bagus banget. Kalo untuk band sih Parlemen Pop masih jadi favorit gue”.

Artikel ini ditulis oleh Gattar Fath Athallah, sedangkan wawancara dilakukan oleh Rafif Thoriq dari Gilanada.