Sebuah lagu diciptakan sebagai media ekspresi tentang sebuah perasaan, kisah, dan harapan yang dipadukan antara kata-kata, nada, dan irama. Baik seorang penulis lagu maupun penyanyi berharap agar lagu yang dipublikasikan menempati posisi lagu terpopuler di pasaran. Salah satu syarat untuk menikmati lagu dan mendalami ekspresi yang dituangkan adalah kemampuan untuk mendengar. Sayangnya, tidak semua orang diciptakan dengan kemampuan mendengar yang baik. Teman tuli merupakan mereka yang beraktivitas dengan bahasa isyarat karena perbedaan kemampuan indera pendengaran yang mereka miliki.
Perbedaan komunikasi inilah yang membuat teman tuli memiliki sejumlah keterbatasan dan berdampak pada jarak yang timbul bagi teman tuli. Dalam mengenyam pendidikan sekolah, hanya sedikit dari teman tuli yang dapat diterima di sekolah umum. Sebagian besar dari mereka mengenyam pendidikan sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) dengan standar Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Mayoritas lapangan kerja pun jarang melibatkan teman tuli sebagai sumber daya manusia. Aktivitas pendukung lainnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti akses mendengarkan lagu bagi teman tuli masih sangat terbatas.
Sebagaimana lagu yang dinikmati secara umum bersifat audio, sekalipun lagu yang dipublikasikan memiliki media audiovisual berbentuk video klip, scene yang terdapat di dalamnya pun hanya berisi ilustrasi dari konten lagu. Ilustrasi ini hanya melibatkan pemahaman dari indera penglihatan. Meski begitu, teman tuli dapat menikmati musik melalui bahasa isyarat, ataupun alat bantu dengar atau yang terkenal dengan cochlear implant. Bahkan, seorang Professor World Hearing Center, Henryk Skarynzki, mencetuskan sebuah festival musik untuk mewadahi para musisi dengan hearing implant, yang diberi nama Beats of Cochlea. Penampilan dalam festival musik ini pun diisi oleh beberapa teman tuli yang telah lulus audisi. Hal ini menunjuukan bahwa industri musik juga dapat memberdayakan teman tuli dalam perkembangannya.
International Week of the Deaf 2019 yang diadakan pada tanggal 23-29 September 2019 mengajak teman tuli merayakan keistimewaannya, berjuang untuk menyetarakan kemampuannya, dan berkumpul untuk saling merakit impian terbaik dalam hidupnya. Minggu ini biasanya diisi dengan kegiatan menyuarakan pendapat, seperti kesetaraan dalam pekerjaan, pengunaan fasilitas publik, dan lain-lain yang dibuat oleh komunitas teman tuli. Menariknya, sejumlah musisi juga menunjukkan kepeduliannya untuk mengembangkan industri lagu bagi teman tuli. Berikut adalah deretan lagu yang bisa dinikmati oleh teman tuli.
- “Hear My Heart” – Andy Mineo
Andy Mineo, penyanyi genre hiphop asal Amerika merilis video lagu dengan bahasa isyarat berjudul “Hear My Heart” pada tanggal 19 September 2016. Lagu ini mengekspresikan permintaan maaf sekaligus rasa penyesalan Mineo karena pernah mengabaikan kakaknya yang merupakan teman tuli. “Cause that’s what I need, that’s what I need right now in this crazy place,” cuplikan lirik dalam lagu ini yang membuat Mineo tersadar bahwa hidup sebagai teman tuli tidaklah mudah, banyak hal yang seharusnya dapat mereka ketahui lebih banyak, tetapi terbatas karena perbedaan gaya komunikasi.
2. “Sampai Jumpa” – Endank Soekamti
Tidak hanya Andy Mineo, deretan musisi lokal Indonesia pun ada yang merilis karya sebagai bentuk peduli terhadap teman tuli. Salah satunya, Endank Soekamti yang merilis video lagu bahasa isyarat berjudul “Sampai Jumpa” pada 11 Februari 2016. Sesuai dengan judulnya, lagu ini mengekspresikan kesedihan dalam momen perpisahan yang tidak dapat dihindari ketika terjadi sebuah pertemuan. Bahasa isyarat dalam video lagu “Sampai Jumpa” diperagakan oleh musisi asal Surakarta, Safina Nadia. Selain dengan bahasa isyarat, video ini dilengkapi dengan chord. Harapan grup band asal Yogyakarta ini dengan merilis video lagu bahasa isyarat adalah memfasilitasi teman tuli untuk menikmati lagu bahkan mempelajari chordnya. Tidak hanya “Sampai Jumpa”, ada 14 lagu lainnya yang juga dipublikasikan video lagu bahasa isyarat. Salah satunya, single yang baru dirilis pada tahun 2017 berjudul “Waktu”.
3. “Walk the Talk” – Pamungkas
Pamungkas merupakan musisi lokal lainnya yang pernah menjadi bagian dari teman tuli sedari kecil, Pamungkas memiliki gangguan pendengaran pada telinga sebelah kirinya. Pada 24 Juli 2018, Pamungkas merilis video lagu yang berjudul “Walk the Talk”, lagu ini menceritakan kisah Pamungkas yang tidak mengetahui bahwa dirinya pernah menjadi bagian dari teman tuli. Kedua orang tua Pamungkas membungkam fakta bahwa saat kecil Pamungkas hanya memiliki pendengaran normal di telinga bagian kanan. Hingga kejadian yang menimpa dirinya ketika dalam penerbangan untuk menghadiri Ambon Jazz Festival, seperti keajaiban yang memulihkan pendengaran Pamungkas secara total. Momen ini yang akhirnya membuat Pamungkas mengetahui apa yang sebetulnya terjadi.
Kecintaan Pamungkas terhadap dunia musik dimulai ketika Ibunya meminta Pamungkas untuk mengikuti les drum. Berawal dari niat Ibunya untuk menstimulasi pendengaran Pamungkas kembali normal lewat rangkaian les drum, Pamungkas mulai menekuni piano dan vokal secara otodidak. “I wanna feel it, I wanna sing it,” cuplikan lagu “Walk the Talk” memberi makna bahwa musik merupakan media Pamungkas dalam berkomunikasi. Meskipun tidak tersedia bahasa isyarat, video lagu ini listenable bagi teman tuli karena tersedia lirik dan ilustrasi di dalamnya.
4. “Merakit” – Yura Yunita
Pada 16 Mei 2019, Yura terinspirasi untuk merilis single “Merakit” dari keterbatasan teman tuli untuk mendengarkan lagu. Yura merupakan penerus Pamungkas, musisi yang membuka pintu bagi teman tuli di Indonesia untuk menikmati lagu. Single ini dirilis bersamaan dengan dua jenis video klip, yaitu video klip audiovisual dan video klip eksklusif dengan bahasa isyarat. Dalam menggarap video klip bahasa isyarat, Yura berkolaborasi dengan Bunda Galuh, praktisi bahasa isyarat Indonesia.
Tujuan utama Yura merilis video klip bahasa isyarat adalah memfasilitasi teman tuli agar mendapat kesetaraan untuk menikmati musik. Secara tidak langsung, Yura juga mengajak musisi lainnya untuk mulai peduli terhadap industri musik khusus bagi teman tuli. Bagi siapapun yang memiliki talenta di industri musik atau kamu yang anak musik banget, kamu bisa lho contoh inspirasi Yura Yunita untuk peduli terhadap industri musik bagi sesama kita, teman tuli!
Awalnya, Yura ragu bahwa keseluruhan komponen dari lagu ini akan tersampaikan dengan bahasa isyarat, mengingat dia pun masih berada di tingkat pemula dalam bahasa isyarat. Namun, hal menarik dipraktikkan oleh Bunda Galuh dalam mengolah lagu “Merakit” ke dalam lagu isyarat. Bunda Galuh berdiri dan menempelkan tangannya di dada Yura ketika bernyanyi untuk merasakan komponen nada, irama, sekaligus emosi yang tertuang dalam lagu “Merakit”. “Semesta ‘kan bantu, merakit mimpiku, merakit mimpimu,” lewat lirik ini, Yura mengajak semua orang untuk saling membantu dalam mencapai impian dalam hidupnya, khususnya teman tuli.
Teman tuli adalah sesama manusia yang berhak untuk dapat berbicara dengan normal seperti yang lainnya, untuk dapat menikmati lagu seperti yang lainnya, dan mencapai impian terbaik dalam hidup seperti yang lainnya tanpa perlu diberikan jarak dan batasan tertentu. Gilanada mengajak kamu dan teman tuli untuk turut memperingati International Week of the Deaf 2019 dengan beberapa rekomendasi lagu di atas!