Nama Bin Idris mendadak muncul dan melejit dari ketiadaan pada tahun 2016, dia perlahan muncul dari nama-nama pemusik yang dilabeli sebagai para ‘pemusik independen’ ke permukaan. Bin Idris adalah nama yang dipilih oleh Mohamad Haikal Azizi untuk menjalankan proyek solo, dan nama “Idris” diambil dari nama sang ayah. Vokalis dari grup band rock Sigmun ini menjelaskan, “pemilihan nama tersebut hanya karena saya tidak mau menggunakan nama sendiri saja. Idris adalah nama ayah saya, jadi semacam tribute.” Terlepas dari itu, Bin Idris mampu membawa pendengarnya ke sebuah ruangan terisolasi yang kelam dan sunyi, membuat kita merasa tercekam sekaligus memberi ketenangan. Musiknya yang katarsis membuat pendengarnya bertanya-tanya dan memberikan berbagai segi pandangan yang berbeda. Ia membuat lagu-lagu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, berawal dari SoundCloud, Bin Idris mengunggah lagu ciptaan nya satu persatu seperti “Calm Water”, “Dalam Wangi”, dan “Rebahan”. Lagu-lagu ciptaanya ia pilah hingga terkoneksi dengan satu sama lain dan menyatu menjadi satu kesatuan yang bertransformasi menjadi album yang bernama Bin Idris.
Sebelas track yang dibuatnya dalam satu album Bin Idris mempunyai daya tarik masing-masing. Salah satunya “Calm Water”– pesona lagu yang terdengar folk namun nyatanya adalah pop, mampu membawa kita ke sebuah suasana mencekam sekaligus membawa ketenangan. Lirik lagu ini bercerita tentang seorang ibu yang kehilangan sosok anaknya entah karena apa, membuat banyak sekali pertanyaan dari pendengarnya. “Dear mother you should see we’ll dive into the sea of calm water, do not falter,” adalah salah satu penggalan lirik dari lagu Calm Water, sebuah kalimat yang di bisikkan seorang anak perempuan kepada ibunya, yang seakan mengajak ibunya untuk menyelam ke sebuah lautan yang sangat dalam, tenggelam dan menyatu bersama dalam ketenangan, menuju alam yang belum pernah ia tuju sebelumnya.
Di sudut lain, lagu ini menceritakan tentang sebuah proses kehidupan seseorang yang tumbuh menjadi sosok dewasa yang kian menua, tentang hiruk pikuk kehidupan, masa kebebasan, serta kewajiban bercabang yang membawanya ditelan ke lubang hitam yang tercipta akibat ledakan dan perlahan menghilang. Dengan efek psychedelic dan alunan suara yang menyayat-nyayat, kita seolah berada di sebuah gua dengan api unggun yang menyala, mendengarkan dan bertanya-tanya tentang berbagai pesan yang disampaikan oleh kehidupan.
Disamping itu juga, video klip Calm Water dibuat olehnya dengan tone bernuansa biru sedikit hijau yang memberikan ketenangan dan sedikit kekhawatiran, menceritakan tentang pastor pedofilia yang memperkosa anak-anaknya. Disusul kejadian sang pastor untuk mengakhiri hidupnya sendiri di sebuah pohon yang menghadap danau, ia menyatu dengan alam dan semua dosanya.
Walaupun video klip dan liriknya mempunyai interpretasi yang berbeda, dimana liriknya menceritakan sosok perempuan yang sedang berdialog dengan kehidupan sampai kehilangan buah hati perempuannya, sedangkan dalam video klip kita disuguhkan cerita tentang pastor pedofilia yang menyesali dosanya. Namun dari perbedaan itu, kita masih tetap mendapatkan kesan yang sama, yaitu kesan gloomy dan spiritual yang selalu hadir menyusup diam-diam kedalam lagunya.Calm Water menurut saya menjadi salah satu lagu Bin Idris yang sempurna untuk merefleksikan definisi dari Katarsis, yaitu “penyucian diri” dari dosa-dosa yang kita miliki. Terlepas dari umur lagu yang sudah terlampau 4 tahun lamanya, lagu ini masih sangat layak didengarkan, karakter lagunya yang distingtif dapat membuat kita menyusuri lorong-lorong imajinatif, menyulitkan pendengarnya untuk melupakan lagu ini begitu saja, yang berlaku kepada lagu lainnya juga seperti “Rebahan” dan “Jalan Bebas Hambatan”. Dengan cara uniknya tersendiri, Bin Idris mampu menghidupkan musiknya ke tingkat keluhuran tertentu dan mengubahnya menjadi suatu identitas pada dirinya.