“Bengawan Solo
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi…
Perhatian insani
Musim kemarau
Tak seberapa airmu
Dimusim hujan air..
Meluap sampai jauh”
Lirik lagu karya Gesang ini menyadari pendengar setia musik bahwa musik jaman dahulu tak akan pernah habis dimakan jaman. Stereotype! memang. Ya, ini hanya contoh dari sekian banyak musisi-musisi hebat di masanya yang nyaris kita lupakan awal mereka terbentuk, dan juga tempat rekaman mereka seperti apa dan bagaimana.
Dulu, Soekarno pernah berujar “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah! “ dengan lantang pria yang memimpin negeri Indonesia pertama ini berucap. Sejarah memang tak akan habisnya. Namun, sejarah awal keberadaan studio rekaman di Indonesia bisa kita selidiki lagi, lebih dalam dan lebih luas.

Membahas mengenai studio rekaman, ada studio pertama di Indonesia yang tampak vintage ditengah hiruk-pikuk Kota Solo. Ya, studio itu bernama “Lokananta”. Lokananta dalam bahasa sansekerta yang berarti “Gamelan di Kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh.” Inilah awal dari kebangkitan musisi-musisi handal di Indonesia terlahir dan merekamnya di Studio yang berdiri tahun 1956.
Awal mulanya tempat antik yang berada di jalan Ahmad Yani No. 387, Solo, Jawa Tengah, ini sebagai produksi dan duplikasi piringan hitam. Seiring dengan berjalannya waktu Lokananta pun menjadi studio rekaman pertama di Indonesia dan banyak menghasilkan musisi-musisi lokal yang karyanya patut diacungi jempol.
Namun sayangnya, sampai detik ini Lokananta sang suara dari kahyangan meredup dan terdengar sayup-sayup. Terawal dan terasingkan. “ Yah, sekarang kondisi perusahaan bisa dikatakan mati suri,” ucap Agus. Pegawai Lokananta yang masih setia bertahan untuk menjaga kelestarian Lokananta.
Kemunduran studio rekaman Lokananta mulai dirasakan gejalanya sejak tahun 1990-an. Industri studio rekaman yang semakin menggeliat maju, membuat Lokananta yang masih bersikukuh mempertahankan image vintage dan tidak dapat mengimbangi kemajuan teknologi mengalami dampaknya.

Kurang perhatiannya pemerintah dalam menjaga kelestarian studio rekaman Lokananta juga sontak menjadi perhatian pegawai. “Kami minta kesadaran dan kepedulian pemerintah agar studio ini kembali maju. Gaji kami pun sekarang masih dibawah UMR,” ucap Agus.
Pemerintah yang terlihat kurang peka dengan mengupayakan memajukan Lokananta dirasa Agus menjadi satu hal mutlak yang membuat Lokananta semakin terasingkan. “ Ya sekarang sih kita cuma bisa berharap sama anak muda jaman sekarang saja, bila mereka peduli dengan sejarah musik Indonesia dan masih tau Lokananta saja sudah Alhamdulilah,” Ujar Agus yang sudah bekerja selama 9 tahun di Lokananta.
Adanya band Indie Indonesia yang prestasinya tak usah ditanyakan lagi seperti Pandai Besi (Bandung) dan White Shoes and The Couples Company (Jakarta) yang rekaman di Lokananta. Seiring dengan banyaknya Band yang merekam karyanya di Lokananta akan berdampak pada para pemuda Indonesia yang masih peduli dengan sejarah musik Indonesia dan ikut melestarikan Studio Lokananta yang tertua di Indonesia.
Realisasi rencana pembangunan Museum Musik Lokananta kini menjadi harapan besar untuk kebangkitan Lokananta. Jika Museum dapat terealisasikan, diharapkan bisa menjadi titik balik bangkitnya Lokananta dari kehancuran. Jika memang yang terawal, kenapa harus terasingkan?

Oleh: Yakub Pryatama