Berbicara mengenai surf-rock, nampaknya tidak lepas dari salah satu nama band rock kontemporer asal Jatinangor yaitu The Panturas. Setelah terakhir kali me-release EP pada tahun 2017 silam, The Panturas akhirnya berhasil me-release album penuh pertamanya di pertengahan tahun 2021 ini yang diberi nama “Ombak Banyu Asmara”. Meskipun proses rekamannya sempat tertunda pada awal pandemi, semangat untuk menghasilkan materi-materi baru tidak dapat dibendung, sehingga lepas sudahlah kini album mereka.
Melalui album kedua ini, The Panturas banyak mengeksplorasi jenis-jenis musik yang memiliki benang merah dengan musik surf-rock mereka yang membuat album ini terasa lebih dewasa dan sudah lebih matang dibandingkan EP pertama mereka. Album yang diproduseri oleh Lafa Pratomo ini berisi 10 lagu. Terdiri dari “Area Lepas Pantai”, “Tipu Daya”, “Tafsir Mistik”, “Jim Labrador”, “Menuju Palung Terdalam”, “Balada Semburan Naga”, “All I Want”, “Intana”, “Masalembo”, dan “Ombak Banyu Asmara” sebagai penutup.
Ketika pertama kali mendengarkan album ini secara penuh, saya merasa seperti dipaksa naik ke dalam sebuah kapal besar yang bernama “Ombak Banyu Asmara”. Bagaimana tidak? Rasanya seperti kita duduk di sebuah kapal bertemu dengan orang-orang baru dengan segala latar belakang dan permasalahan yang mereka hadapi. Mulai dari orang Tionghoa, Betawi, penipu handal, hingga preman yang tak takut mati. Bukan The Panturas namanya jika tidak menghadirkan tokoh fiktif yang layak kita untuk dengarkan kisahnya.
“Area Lepas Pantai“
Dibuka dengan suara desiran ombak di pantai, rasanya seperti dibawa ke sebuah transisi menuju dunia yang berbeda. Jika diperhatikan dengan cermat lagu ini terdiri dari dua bagian, di mana bagian pertama masih mengandung unsur “mabuk laut” yang terdengar seperti instrumen “Pergi Tanpa Pesan” dan pembukaan terhadap “Ombak Banyu Asmara”.
“Tipu Daya“
Dari semua lagu yang ada di album ini, saya paling suka lagu “Tipu Daya” ini. Liriknya yang kaya akan bahasa ini bercerita mengenai seorang tokoh fiktif yang di dunia luar yang terlihat sebagai orang paling hebat, tetapi ternyata menyimpan sebuah rahasia yang mencengangkan di balik itu semua. Fenomena ini seringkali terjadi di dunia nyata, di mana banyak sekali orang yang rela berbohong demi terlihat hebat di mata orang lain.
“Tafsir Mistik”
Lagu yang kaya akan instrumen ini nampaknya menjadi ajang eksperimen dari anak-anak The Panturas. Pasalnya, jika didengarkan secara seksama sound dari lagu ini sangatlah mewah dengan sedikit bumbu gipsy dan arabic di dalamnya. Lagu ini juga dipilih menjadi single kedua yang dirilis pada 5 Maret 2021 lalu. Bercerita bagaimana terkadang manusia memiliki sisi setannya masing-masing, di mana seringkali kita menemui orang-orang yang kerap menggiring opini atau keras kepala dengan apa yang mereka pikirkan. Karena jika diperhatikan, belum tentu orang tersebut 100% benar, namun jika ia sudah berucap, siapa yang bisa melawan?
“Jim Labrador”
Jim Labrador, nama yang aneh tapi terkesan keren pengucapannya. Kabarnya, Jim Labrador adalah seorang preman yang ditakuti. Dengan mengandalkan insting jalanan, Jim Labrador menerapkan sistem kesetiakawanan yang tiada duanya. Pada saat hearing sessions yang diadakan sebelum album ini resmi diluncurkan, mereka berbicara bahwa lagu ini terinspirasi dari kebengalan pelajar Jakarta yang seringkali melakukan aksi tawuran. Ketika pertama kali mendengar lagu ini, saya bisa merasakan bagaimana unsur hard-rock ada di dalamnya. Mengingatkan saya akan lagu-lagu Kelompok Penerbang Roket. Saya percaya, suatu saat lagu ini bisa saja menjadi anthem kenakalan remaja, menggeser lagu “Mati Muda”.
“Menuju Palung Terdalam”
Lagu instrumental kedua dari album ini, dan menurut saya merupakan lagu instrumental yang paling kacau. Lagu ini seperti menuntun pendengarnya untuk memasuki laut yang lebih dalam lagi dengan ombaknya yang kian deras dan terjal. Lagu ini menjadi pengiring yang tepat. Semua instrumen menyatu padu menjadi sebuah tembang yang luar biasa, apalagi ketika Synthesizer Ray Manzarek masuk ditambah harmonisasi vokal di ujung lagu, menjadikan lagu ini menjadi instrumental yang paling dahsyat.
“Balada Semburan Naga”
Lagu yang sangat kental akan unsur Tiongkok ini dirilis sebagai single pertama untuk album ini. Pasalnya, lagu ini banyak menuai respon positif. Pernahkah anda mendengar cerita bahwa ada dua pasangan yang telah saling mencinta, namun harus kandas lantaran orang tua tidak setuju? Inilah yang dibicarakan oleh The Panturas. Menggaet Adipati yang menjadi sosok calon mertua yang galak, lagu ini juga mengandung unsur Betawi yang sangat kental. Terlihat Acin dan Adipati saling saut-sautan layaknya kabaret Benyamin Sueb.
“All I Want”
Lagu kontemporer mengenai cinta kali ini hadir kembali dalam karya The Pasnturas., Melalui lagu ini mereka berbicara bagaimana perjalanan cinta seorang lelaki yang terpisah oleh jarak. Saya sempat bertanya apakah lagu ini sengaja dibuat sebagai “anthem” yang baru menggantikan “Sunshine” untuk mengejar target yang lebih luas, dan rasanya itu semua kini terjawab sudah. Pasalnya, empat hari setelah album ini dirilis, “All I Want” masuk ke dalam 23 playlist di berbagai negara dan berada di peringkat nomor satu. Alunan Beach Boys yang mendayu-dayu juga sangat cocok menggambarkan perasaan seseorang yang sedang kasmaran.
“Intana”
Sejujurnya lagu ini tidak perlu banyak untuk dikomentari karena untuk masalah sound, The Panturas tidak perlu dipertanyakan lagi. “Intana” menjadi lagu instrumental ketiga pada album ini.
“Masalembo”
Lekat dengan unsur Rockabilly, lagu ini berjalan dengan tempo yang cepat. Menggaet Nesia Ardi yang merupakan vokalis Nonaria, ciri khas lagu seperti terdengar keluar dari radio dan tidak pernah hilang. Saya membayangkan bagaimana di kapal semua penumpang dan awak mengadakan sebuah pesta dan mereka berjoget ria bersama, dan tentunya lagu inilah yang akan diputar oleh mereka.
“Ombak Banyu Asmara”
Setelah mengarungi lautan yang luas dan mendengarkan berbagai macam cerita penumpang dengan berbagai keluh kesahnya, akhirnya kapal ini tiba di tempat tujuan. Lagu ini memang sangat cocok untuk diletakkan sebagai penutup. Ketika mendengarkan lagu ini, saya bisa berimajinasi bagaimana semua awak kapal melambaikan tangan kepada kita dan berterima kasih karena sudah mengarungi lautan bersama kapal “Ombak Banyu Asmara”.
Overall, secara materi dan sound album ini sudah lebih mewah dan lebih dewasa dibandingkan EP “Mabuk Laut” mereka. Uniknya lagi, untuk mempromosikan album ini mereka sempat mengadakan sesi melihat The Panturas bekerja dan mengajak beberapa seniman untuk melukis mural “Ombak Banyu Asmara”, yang membuat antusiasme masyarakat menunggu album ini semakin menjadi-jadi. Secara lirik pun album ini juga sudah kaya dan eksplorasi imajinasi mereka nampaknya tiada habisnya. Saya menunggu pelayaran-pelayaran dari The Panturas selanjutnya!