Rubik, sebuah permainan kubus (menyerupai) puzzle warna-warni yang tercipta dari tangan seorang profesor asal Hungaria, Erno Rubik. Memang terlihat mudah, tetapi banyak juga orang (terutama saya) terjebak dalam lubang kesesatan saat bermain rubik karena butuh kepiawaian khusus agar mampu menyelesaikan teka-tekinya. Ibarat kata legenda Candi Prambanan, perlu kekuatan super ala Bandung Bondowoso agar mampu memecahkan misteri rubik sehingga tercipta keseragaman warna yang sesuai.
Rasanya ingin sekali bagi saya untuk mengibarkan bendera putih setinggi langit dan mengagung-agungkan barisan para ‘suhu’ pemain rubik. Meski demikian, permainan rubik ternyata punya arti filosofis cukup tinggi dan haram rasanya jika menganggap hal itu sebagai suatu candaan. Setiap sudut dan warna dalam rubik mengisyaratkan satu pesan bahwa sepanjang roda kehidupan manusia berputar, pastinya akan berjumpa dengan berbagai macam fase yang tak selamanya indah, bagaikan sebuah cerita fiksi belaka. Entah seberapa sanggup kita menghadapinya, tetapi hal ini akan menjadi cerita sekaligus bekal pembelajaran berharga untuk menghadapi fananya dunia.
Arti filosofis nan agung tentang rubik, nyatanya menginspirasi salah satu musisi muda Tanah Air, yakni Dere untuk menjadikannya sebagai titel dalam album perdananya yang dirilis pada 21 Juli 2022 lalu. Jebolan ajang pencarian bakat itu memilih kata ‘Rubik’ karena menggambarkan dinamika kehidupan manusia yang berputar, bergesekan, berwarna, dan abstraksi lainnya. “Album Rubik merupakan representasi sudut pandangku atas perputaran dan pergesekan kehidupan yang kurasakan. Harapannya, album ini bisa menjadi poros bagi energi yang akan datang di perjalanan musikku ke depannya,” ujar Dere lewat siaran pers-nya.
Jujur, ini merupakan alasan terpuitis yang pernah saya dengar dari musisi ketika merilis karya terbarunya. Akan tetapi, entah kenapa saya justru memandang hal yang lain bahwa Dere ingin sekali memperkenalkan lebih jauh tentang perjalanan hidupnya selama dua dekade lewat setiap sudut ‘Rubik’-nya. Bukan hanya mengenal masa-masa belia, kisah romansa, ataupun kenangan, tetapi juga ungkapan resah penuh membabi-buta akan situasi dan kondisi di lingkungan sekitar yang menjadi andalan di setiap lagu-lagu bekennya.
Menggaet beberapa nama besar dalam industri musik Tanah Air seperti Tulus, Petra Sihombing,dan Mikha Angelo tentu memberi kesan bagi Dere serta ‘Teman Dere’ yang telah lama menantikan sebuah kejutan istimewa dari sang idola. Apalagi saya terkesima kala memandang album cover yang tampaknya merupakan rupa akhir dari berbagai macam sudut close up-nya dari beberapa single sebelumnya dan secara tidak langsung merepresentasikan pula ‘Rubik’ itu sendiri. Lewat Tiga Dua Satu sebagai label rekaman naungannya, terdapat 10 track yang terlacak di berbagai sudut ‘Rubik’ dengan Tanya sebagai lagu pembuka, lalu Kota, Kenanga, Rubik, Jangan Pergi, Berlagu, Berisik, Tumbang, Rumah, dan ditutup dengan Keluku yang tak kalah mencengangkan.
#1 Tanya
Menjadi lagu pembuka paling apik dan sempurna untuk didengar, kala berjumpa dengan ‘Rubik’-nya Dere. Lewat chorus pertama saja, kita bisa menikmati betapa petikan bass berpadu dengan nada-nada merdu Dere lalu dilanjutkan dengan balutan musik orkestra (lengkap paduan suara) yang semakin terasa megah. Secara tidak langsung, lagu ini mengamini realita banyak manusia dengan sekelumit tanda tanya di dalam benaknya, entah itu timbul akibat suatu permasalahan, keraguan, atau bahkan penyesalan tak berujung. Berat rasanya untuk dihadapi, namun tanpa adanya ‘tanda tanya’ jelas perjalanan hidup kita akan hambar rasanya.
#2 Kota
Walau tak menjadi lagu pembuka di album perdananya, lagu ini berhasil membawa nama Dere begitu terpancar di belantika musik Tanah Air kala debut dua tahun lalu. Membawa nuansa sendu berkat sentuhan nada akustiknya, lagu ini mengisahkan kerinduan akan seseorang begitu dalam yang telah pergi meninggalkannya dari dunia. Saat rasa rindu itu bergejolak, Ia kembali bernostalgia ketika dirinya mengelilingi kota bersama dengan sosok tersebut sembari berharap penuh hampa peristiwa itu akan kembali terulang untuk kedua kalinya.
#3 Kenanga
Bermain sepak bola di tanah lapang, masak-masak ala chef, atau bersepeda menyusuri jalan sampai menelan pahitnya omelan orang tua karena bau keringat adalah secuil momen indah masa lalu ketika menghabiskan waktu bersama teman sebelum mentari kembali ke rumah asalnya. Tak terkecuali Dere, kala membagikan sejuta kenangan indah kala bersama Kenanga, sebuah nama jalan yang pernah mengisi sore-sore harinya 16 tahun silam. Ia masih ingat ketika dirinya mengitari jalan tersebut sambil mengayuh sepeda dengan riangnya, tanpa memperdulikan rambut yang belum dikeringkan dan ‘muka cemong’ akibat taburan bedak di wajah.
#4 Rubik
Track keempat yang sekaligus menjadi titel album perdananya Dere ini memang menyuguhkan nada-nada riang dan terasa menyenangkan. Awalnya saya berpikir, lagu ini akan merepresentasikan perjuangan Dere dalam menghadapi setiap misteri kehidupan dan dibawakan dengan semenarik mungkin. Akan tetapi, saat mendengar dan meresapi lebih dalam setiap bait liriknya, nyatanya lagu ini (lagi-lagi) menggambarkan realita kehidupan kita yang selalu dihadapkan dengan berbagai macam problematika dan cenderung menyembunyikannya dari orang lain. Ibarat rubik yang akan dol atau longgar jika terus-menerus dimainkan, maka akan terasa melelahkan pula ketika masalah silih-berganti datang menghampiri kita dan memilih untuk memendamnya sendiri.
#5 Jangan Pergi
Bersama “Jangan Pergi”, Dere nyatanya pernah juga merasakan jatuh cinta untuk pertama kali hingga tak sanggup rasanya untuk berjauhan dari seseorang yang kita pun tak tahu siapakah sosoknya, entah itu sahabat, keluarga, atau kekasih hati. Namun, jika dikaitkan perihal kisah asmara, lagu ini begitu menggambarkan sekali kondisi hati seseorang (utamanya para remaja) saat tengah merasakan manisnya cinta karena menemukan satu sosok sebagai tempat bersandar, berbagi canda-tawa dan cerita, hingga mengeluarkan segala amarah dan keluh-kesah kehidupan. Jika tanpa kehadirannya, mungkin saya tidak bisa membayangkan lebih jauh betapa suramnya hati orang tersebut karena sosok yang selama ini begitu menghangatkan hati, harus pergi menjauh tanpa alasan yang pasti.
#6 Berlagu
Meski dalam track sebelumnya telah diutarakan betapa jalinan kisah cinta antara dua insan telah terbangun, nyatanya semua itu berawal dari perjumpaan yang tak disangka-sangka dan (mungkin) terkesan memalukan. Ibarat alur sebuah FTV, rasa gengsi yang menggebu-gebu dipertontonkan kala pertama jumpa, tetapi sebetulnya mereka telah memendam rasa suka lewat berbagai macam gelagat. Saya pun jadi bertanya-tanya kepada Dere, adakah tujuan khusus dibalik terciptanya lagu ini? Kira-kira, siapa pula sosok yang membuat hati Dere jadi kesemsem?
#7 Berisik
Selain lewat single-nya “Kota”, nama Dere semakin dikenal ketika lagu ini berhasil menjadi pemenang di ajang musik bergengsi Tanah Air, AMI Awards 2021 lewat kategori Karya Produksi Folk/Country/Balada Terbaik. Dere nampaknya resah terhadap sifat manusia yang gemar berkomentar buruk terhadap orang lain serta merasa dirinya adalah ‘Tuhan’ alias paling sempurna. Apalagi kita sering merasa jengkel, ketika ada satu pihak yang tidak ingin dicap sebagai ‘Tukang Gosip’ namun mereka begitu rajin menyebarkan bahan gunjingan kepada banyak orang. Tak hanya itu, Dere berpesan bahwa tidak semua perkataan buruk harus kita sanggah satu-persatu yang ujung-ujungnya malah membuat lelah diri sendiri.
#8 Tumbang
Dalam track “Jangan Pergi”, Dere begitu tak ingin melepaskan sosok yang menjadi tempatnya bersandar dan berbagi cerita. Namun lewat “Tumbang”, saya merasa ini adalah kesedihan mendalam Dere yang sekaligus mewakili banyak orang karena merasakan patah hati akibat suatu perpisahan. Tingginya ekspektasi agar mampu menjalani kehidupan yang bahagia bersama sang pujaan, nyatanya terpatahkan oleh realita dan hanya menyisakan sebuah perjuangan sia-sia. Saking tak ikhlasnya menghadapi kenyataan, lewat penggalan lirik di bagian akhir lagu ini Dere mengharapkan sosok tersebut bisa kembali datang padanya.
#9 Rumah
Tak hanya mengungkapkan keresahan atas sikap manusia yang hobi ngejulid dan merasa paling berkuasa, Dere juga berkomentar perihal kondisi lingkungan yang berada di ujung tanduk. Melalui single “Rumah”, Ia mengajak seluruh pihak agar bersama-sama menyelamatkan Bumi, tempat tinggal satu-satunya dari berbagai ancaman. Tidak perlu jauh-jauh menyalahkan pihak yang berkuasa, hal sederhana dapat pula kita sendiri lakukan dengan berbagai cara, entah itu memilah-milih sampah, menurunkan ego konsumtif, dan lain sebagainya.
#10 Keluku
Menutup perjalanan di ‘Rubik’-nya Dere, lagu bertajuk Keluku yang merupakan arti dari thumbnail ini menjadi akhir cerita yang begitu manis nan apik untuk didengar. Berbeda dengan “Rumah” dan “Berisik” yang berisikan segala macam pemikiran kritisnya akan lingkungan sekitar, lewat lagu ini saya merasa tampaknya Dere seperti merasa takut dan berpikir dua kali akan keputusannya menjadi seorang public figure yang berteman dengan media sosial. Ketika mendengarnya lebih jauh, nyatanya keresahan ini bukan sebatas karena Dere telah memiliki nama begitu besar di masyarakat, toxic-nya penggunaan media sosial telah berpengaruh pada timbulnya bibit-bibit negatif, entah itu saling unjuk ketenaran, harus merasa paling sempurna dari segala sisi, hingga saling menjatuhkan antarpihak.
Selama 30 menit lebih, rasanya saya telah terhanyut dalam dimensi kehidupan Dere lebih jauh dari yang dibayangkan. Bukan hanya berhasil mengeksplorasi berbagai genre dan memberikan sentuhan magis lewat alunan nada, setiap sudut dalam ‘Rubik’ juga mengikutsertakan kita ke dalam imajinasi Dere yang amat kompleks. Kenangan masa lalu, kegundahan akan kondisi sekitar, hingga kisah romansa semuanya mengalir tanpa mengubah pakem yang telah tersusun rapi. Bisa dikatakan, “Rubik” telah menjadi awal baru perjalanan bagi Dere agar melahirkan lebih banyak sudut pemikiran imajinatifnya agar kita bersenandung ria dengan karya-karya indah nan agungnya itu.
“Rubik”, sudah tersedia dan bisa didengarkan langsung melalui music streaming platform kesayanganmu!