Bandung menjadi destinasi pembuka pertama pagelaran tur empat kota oleh Lomba Sihir. Grup musik asal Jakarta ini menggelar tur perdananya pada 31 Mei hingga 10 Juni 2023, yang bertajuk Parade Sihir. Cornerstone Paskal Bandung, dipilih menjadi titik pertama persinggahan mereka untuk memulai perjalanan parade ini.
Sebenarnya ketika Lomba Sihir mengumumkan tur mereka, aku bingung ingin mengajak siapa untuk menonton, terlebih tidak banyak teman-temanku di Jatinangor yang ku tau mendengarkan band ini juga. Akhirnya dengan nekat ku beli tiket ini dengan sisa-sisa uang lebaran yang kupunya, dan memutuskan “nonton sama siapa nanti ya?” sebagai masalah yang bisa kupikirkan nantinya. Ternyata sampai tanggal pertunjukkan pun, aku tetap tidak menemukan teman nonton. Akhirnya kuputuskan untuk berangkat dan menikmati konser ini sendiri.
Sejak pertama datang ke venue, orang-orang dengan kaos merchandise Lomba Sihir sudah bertebaran dimana-mana. Hal ini menambah antusias ku, pikiran bahwa mereka sama denganku yang hafal kata perkata lirik lagu “Jalan Tikus”, “Nirrrlaba”, “Pesona”, dan lain-lain, membuatku tidak merasa sepi untuk menonton sendiri. Namun, ketika sudah memutuskan untuk menonton sendiri, tiba-tiba ada seseorang yang menghampiriku ketika open gate mulai dilakukan. “Kakak nonton sendiri juga? Mau bareng gak ke dalamnya?” Percakapan itu yang akhirnya membuatku punya teman menonton, dan teman baru yang ternyata pendengar Lomba Sihir dari Jatinangor juga.
Sebelum bertemu dengan Lomba Sihir, kita disambut oleh band tuan rumah The Couch Club. The Couch Club berhasil memanaskan suasana dan memeriahkan pagelaran ini. Setelah kurang lebih 45 menit dihibur oleh The Couch Club, panggung pun diserahkan ke Lomba Sihir pada pukul 8 malam.
Parade dibuka Lomba Sihir dengan track “Polusi Cahaya”. Track kesembilan dari album “Selamat Datang di Ujung Dunia”. Menonton tur ini di Bandung membuatku sadar kalau ternyata album mereka yang Jakarta-sentris ini tetap dapat dinikmati walau bukan di Ibukota. Terbukti dari seru sorai orang-orang yang mendadak meneriakkan lirik yang dianggap relate dengan dirinya lebih kencang. Lirik “Menggulung Thamrin hingga Antasari” ternyata masuk-masuk saja kalau diganti menjadi Antapani. Fenomena-fenomena yang diangkat dalam album ini juga masih familiar dan sering juga ditemukan di remaja-remaja Bandung, jadi tentunya masih terasa dekat.
Banyak lagu-lagu yang dibawakan dengan versi berbeda. Seperti lagu “Polusi Cahaya”, “Hati dan Paru-Paru”, “Cameo”, dan “Nirrrlaba” yang di-rearrange. Sebelum memulai intro lagu, Lomba Sihir juga memainkan berbagai melodi lain, sehingga membuat penonton menebak-nebak tentang lagu selanjutnya.
Lengkap bagai parade, Lomba Sihir tidak hanya membawakan diri mereka sebagai Lomba Sihir, namun juga turut menampilkan sisi lain dari masing-masing personilnya. Selain membawakan full album dan single, mereka juga menampilkan project personal para personil seperti Tristan sebagai Mantra Vutura, Udu dengan project solo-nya Natasha Udu, Baskara dengan Hindia, Rayhan dengan Rayhan Noor, dan Enrico sebagai produser dari project-project ini.
Parade Sihir edisi Bandung ditutup dengan “Semua Orang Pernah Sakit Hati”. Penutup yang apik sebelum harus kembali menempuh perjalanan panjang ke Jatinangor. Perjalanan kembali ke rutinitas kuliah yang itu-itu saja. Penutup yang menjadi pengingat.
Bahwa banyak hal yang harus dipikirkan selain cinta melulu
Berhenti mengira hanya aku yang paling pantas untuk mengeluh
Semua kepingan baik akan datang, namun mereka perlukan waktu
Overall menurutku Parade Sihir jadi sebuah pawai menyenangkan di tengah minggu. Sebagai short escape yang menghadirkan suasana parade mulai dari kostum hingga konsep performance. Parade ini akan terus dilanjutkan ke kota-kota selanjutnya, seperti Solo pada 3 Juni, Surabaya 8 Juni, dan Jakarta 10 Juni. Informasi terkait tur dapat dilihat melalui akun instagram @lombasihiryes.