Setelah 10 tahun berkarya dalam industri musik, Tulus kembali hadir dengan memberikan sebuah mahakarya yang memanjakan telinga pendengarnya yang setia menunggu. Makna dari sepuluh seperti angka sakral sebab albumnya kali ini berisikan 10 lagu yang dibungkus rapi berjudul “Manusia”. Nama ini sendiri pun tumbuh dengan merepresentasikan  ragam kehidupan manusia, seperti semangat menjaga jiwa muda, di tengah dinamika hati dan rasa, dilanjutkan dengan pertanyaan tentang hidup, apresiasi diri, hingga ragam emosi dalam merayakan kehidupan adalah sepenggal dari luasnya sudut pandang penulisan lagu dalam album ini.

Tulus (Sumber: Dok. Pribadi).

“Selain sudut pandang penulisannya yang berkembang, aransemen di album ini juga berkembang. Warna di album ini juga baru dan itulah yang saya dan seluruh talenta coba tawarkan,” ungkap Tulus.

Tulus juga menjelaskan kalau album ini mengalami banyak perkembangan dari ke-4 album sebelumnya. Menggandeng nama-nama luar biasa, seperti Petra Sihombing, Dere, Ari Renaldi, Topan Abimanyu, sampai Erwin Gutawa. Melalui lirik yang kompleks, Tulus juga merasa bahwa itu tugasnya untuk meningkatkan sensitivitasnya sebagai seorang penulis lagu. Walau begitu, sedikit susah bagi beberapa orang awam yang mungkin bukan pendengar setia Tulus untuk membedakan lagu-lagunya. Perbedaan musik terdengar monoton dan seperti Tulus masih berjalan di zona nyamannya. Lewat lirik, memang menggoda tapi sebatas itu saja.

Artwork “Tujuh Belas” (Sumber: Dok. Pribadi).

Membongkar album Manusia, sepuluh track tersebut adalah “Tujuh Belas”, “Kelana”, “Remedi”, “Interaksi”, “Ingkar”, “Jatuh Suka”, “Nala”, “Hati-hati Di Jalan”, “Diri”, dan “Satu Kali”.

Tujuh Belas

Mempresentasikan masa muda yang hangat dan penuh memori, “Tujuh Belas” dapat menggambarkannya secara sempurna. Dibuka dengan instrumen yang megah, lagu ini berhasil menarik perhatian saya dalam sekejap lalu kembali dilempar ke masa remaja penuh kenangan membahagiakan. Euforia bebas juga ditawarkan lewat lagu ini, layaknya kita menghabiskan umur tujuh belas, dengan ringan tanpa pikiran.

Kelana

Tentang rutinitas yang sama dan terulang, “Kelana” seperti menyihir saya dengan banyaknya pertanyaan didalamnya. Melodi yang mengalun santai mengajak pendengar untuk berdiskusi, sebenarnya apa yang dikejar dari sebuah perjalanan tanpa arah. “Kita ke mana, Mau ke mana, Hendak mencari apa?”

Remedi

Seiring pendewasaan, pencarian tiada akhir, kadang memang tidak semua harus selaras bukan? “Remedi” seperti menjabarkan rasa ikhlas kalau memang beberapa mimpi harus dijalankan sendiri-sendiri. Definisi kalimat “Pergi untuk memperbaiki diri dahulu” cukup menggambarkan lagu ini, sakit.

Interaksi

Beberapa pertemuan memang bukan untuk selamanya. Tentang pertemuan yang tidak sengaja terjadi lagi, memancing kutukan sumpah serapah tentang kejadian itu. Seperti penyesalan akan interaksi yang ada, bukan karena benci tapi perasaan yang tak terkendali. “Interaksi” bukan lagu jatuh cinta, tapi sekali lagi, merelakan.

Ingkar

Dirilis cukup jauh sebelum lagu-lagu lainnya, “Ingkar” cukup membekas bagi hati yang sedang  berkhianat dengan realita. Cukup sedih untuk memosisikan diri di dalam lagu ini. Tegas tapi lemah, cukup untuk mengetahui bahwa tiada yang menggantikan tapi lemah karena tidak ada yang bisa dilakukan. Penekanan dalam beberapa lirik juga menjadikan lagu ini seperti meledak, ingin menyampaikan pesannya.

Jatuh Suka

Manis dan hangat. Seperti lagu romantis Tulus lainnya, rasanya sama tapi tidak sedalam jatuh cinta. Pandangan pertama, pelukan pertama, ciuman pertama. Kupu-kupu yang hadir saat mendengarkan lagu ini, cocok untuk siapapun yang sedang diproses pendekatan. Oh, to be in love!

Nala

Bagi saya, Nala itu seperti misteri. Entah apa latar belakang atau siapakah Nala itu, Nala lebih dari sekedar nama. Nala sekali lagi gagal dalam kencannya, lambat laun merasa tidak layak dicintai bahkan ragu apakah adakah yang menyukai. Saat ia mengekspektasikan cinta tetapi berujung lara, mungkinkah kita termasuk seorang Nala?

Hati-Hati di Jalan

Dusta kalau tidak muncul satu nama spesifik saat pertama mendengar lagu ini. Layaknya alkohol di luka baru, “Hati-Hati di Jalan” seperti candu menyakitkan yang tak bisa berhenti di dengarkan. Masing-masing orang punya cerita tersendiri yang berhasil di jembatani lewat “Hati-hati di Jalan”, kudos Tulus. This one hits us well!

Diri

Tulus tidak pernah gagal untuk lagu self-love, kali ini direpresentasikan dalam “Diri”.  Tentang memaafkan dan mencoba lagi, kita diajak  untuk memberi apresiasi lebih banyak karena sudah bertahan dalam segala lika-liku kehidupan. Rasanya ingin memeluk diri sendiri dengan melodi yang lembut yang saya percaya bisa mengundang banyak air mata. Terharu!

Satu Kali

Lagu terakhir seperti sebuah selebrasi terakhir. “Tujuh Belas” mengajak merayakan masa lalu, di Satu Kali kita diajak untuk merayakan masa sekarang. Penutup yang manis sebagai pengingat untuk mengabadikan hari-hari baik. “Kecil hanya sekali, muda hanya sekali, tua hanya sekali, hiduplah kini.”

Saya percaya, “Manusia” disimpan rapi oleh masing-masing orang yang mendengarkannya. Segala detail diperhatikan oleh Tulus, dari choir/back vocal yang menambah rasa sampai orchestra yang dikirim langsung dari Hungaria. Akan tetapi, kembali lagi, saya berharap Tulus mau untuk mencoba menambah sedikit warna di single kedepannya tanpa harus melepas keajaiban lirikal yang memang menghipnotis setiap kuping yang mendengar. Gebrakan lain akan sangat ditunggu di karya-karya selanjutnya yang lebih liar dan berani lagi. Di luar itu, sialnya, saya tetap jatuh cinta instan dengan album biru ini. “Manusia” sekarang bisa didengarkan di seluruh streaming platform kesayangan kamu!