Langit Bandung pada Sabtu siang di penghujung bulan Februari itu tampak cerah dengan hembusan angin sejuk. Ada beberapa orang berpakaian baju warna hitam terlihat berdiri atau sedang duduk-duduk di depan sebuah gedung. Ada pula beberapa orang yang sedang menempel kertas warna atau mengulaskan spidol di tulisan “Dari Media untuk Massa dengan Cinta”. Meskipun di siang hari yang cerah itu banyak yang berpakaian hitam, tetapi ada misi cinta yang ingin mereka bagikan di area Loop Station Bandung.

   Festival Musik Fikom yang setiap tahunnya diselenggarakan oleh Komunitas Musik Fikom (KMF) UNPAD untuk tahun ini memilih konsep yang sama dengan tahun lalu, yaitu dari media untuk massa. Di 2015 ini, KMF tidak hanya menggaungkan keuntungan dari media kekinian dalam menciptakan musisi-musisi yang potensial, tetapi menyebarkan cinta universal di bulan Februari yang disebut-sebut bulan penuh cinta ini dengan taglineLove is In the Cloud”

   Acara yang diselenggarakan tepatnya pada tanggal 28 Februari itu diawali dengan talkshow bersama Angkuy (Bottlesmoker) dan Marine Ramadhani (FFWD Records), yang membahas topik Indie Label Meets Net Label. Seminar itu terasa lebih intim dengan adanya kedekatan jarak pembicara dengan para penonton yang hadir. Kemudian, talk show sesi kedua dilanjutkan bersama Deugalih (Deugalih&Folks) yang membahas tentang How To Write a Love Song. Dari talk show tersebut dapat ditangkap bahwa untuk membuat sebuah lagu cinta tidak sesulit yang kita bayangkan, yang kita butuhkan hanyalah  niat yang kuat. Dari niat itu, maka akan muncul rasa terpacu untuk segera menyelesaikan lagu tersebut.

IMG_7428
Circarama

    Awan sore bersama rintik-rintik hujan pun datang menghampiri, ketika tiba saatnya penampilan band di lapangan Loop Station. Musisi-musisi yang tampil pada MFF 2015 ini merupakan enam musisi terbaik dari hasil kurasi beberapa musisi digital yang diseleksi oleh Anto Arief (70’s Orgasm Club) dan Marine (FFWD). Meski hujan tak kunjung henti, acara tetap berlanjut hingga selesai. Circarama membuka penampilan sore hari itu dengan lagu-lagu mereka. Dengan vokalis yang mengingatkan kita kepada John Lennon ia membuka penampilannya dengan bertelanjang kaki sambil menyanyikan salah satu single mereka yang berjudul “Trap”. Sore itu Circarama tidak hanya menyanyikan lagu mereka sendiri, mereka juga meng-cover lagu The Beatles yaitu “Tomorrow Never Knows”.

   Dilanjutkan dengan penampilan dari Casskablanska, satu-satunya band yang memiliki anggota terbanyak dari semua penampil di MFF 2015 hari itu, yakni berjumlah 10 orang. Mereka berhasil menyulap sore hari itu menjadi ceria dengan alunan musik ska mereka seakan mengajak semua penonton untuk berdansa.

   Setelah asyik berdansa dengan Casskablanska, penampilan dilanjutkan oleh band beraliran rock asal Jakarta, Walrus. Dengan membawakan total sekitar lima lagu, Walrus berhasil menghangatkan suasana Loop Station pada sore hari itu yang diguyur rintik-rintik hujan yang tidak kunjung surut.

 

IMG_1153
The Bluestram

   Walrus turun panggung, giliran Zealspeaks yang naik untuk memainkan lagu-lagu andalan mereka. Mulai dari “Till the End of Days” hingga “Split Mind” dan juga yang mereka ceritakan telah diciptakan dari bertahun-tahun lalu tetapi baru kali ini ditampilkan, yaitu “Living Love”. Meski ada kendala seperti senar gitar putus dan hujan yang masih mengguyur, Zealspeaks tetap berhasil menghibur para penonton yang masih setia hadir meski malam sudah menjelang.

   Ditengah acara yang masih diguyur hujan, Deugalih, Angkuy, dan Marine menyerahkan piagam dan hadiah kepada para musisi-musisi terbaik pada kurasi tersebut. Seusai itu, penampilan band dilanjutkan oleh musisi yang menggaungkan blues reformasi asal Jakarta, The Bluestramp. Sebelum memainkan lagu mereka, sang vokalis menularkan semangat bela tanah air kepada para penonton dengan menolak korupsi dan antek-antek koruptor yang merugikan bangsa.

   Setelah penampilan memukau nan slengean dari The Bluestramp, acara dilanjutkan oleh Joy Invasion. Dengan irama-irama santai ala jazz, ditambah permainan alat musik saxophone dan suara perempuan sebagai latar vokal membuat penonton ikut berdendang dengan nada-nada yang sudah tidak asing di telinga.

IMG_7696
Mocha Addict

    Sebelum masuk ke penampilan penutup, Mocha Addict yang merupakan solo act dari seorang anak lelaki ini berhasil membuat para penonton menggoyangkan badannya atau hanya sekedar menganggukan kepala dengan musik techno-nya. Sorak-sorai terdengar dari setiap penonton malam itu. Bukan hanya karena alat yang ia pakai mungkin masih sedikit aneh di mata orang awam, namun jenis musik yang  dibawakan berbeda dari penampil-penampil sebelumnya, tetapi ditambah dengan kepolosannya ketika diminta untuk bermain satu buah lagu lagi, namun ia menolak dengan halus melalui candaannya yang membuat penonton tertawa dan berteriak “WE WA WO” atau yang diterjemahkan ke bahasa manusia awam menjadi “we want more!!”

   Warna-warni lampu sorot membuat kita tidak sabar menunggu penampilan dari Vincent Vega. Band yang sudah malang melintang di skena musik ini menjadi penampil penutup pada gelaran Music Festifile 2015. Band rock beranggotakan lima orang yang sempat vakum ini, menampilkan total 7 lagu yang membuat takjub semua penonton. Dengan efek asap dan lampu sorot yang bergantian berubah warna ditambah pembawaan sang vokalis menyebabkan penampilan mereka seperti sihir yang membuat semua orang terpaku tidak bergerak.

IMG_7742

   Meskipun MFF tahun ini tidak seramai tahun lalu, tetapi banyak komentar positif dari para pengunjung mengenai musisi-musisi yang tampil pada hari itu. Penampilan mereka membuktikan bahwa kualitas musik mereka sangat berpotensi untuk meramaikan skena musik di Indonesia. Melalui ajang Music Festifile ini, diharapkan musisi-musisi yang baru dikenal hanya melalui media online saja dapat dikenal oleh massa offline. Semoga bisa berjumpa dengan MFF tahun depan. Sukses terus KMF Unpad dan para musisi-musisi potensial!

Oleh: Cindy Mutia Annur

Foto: Dokumentasi Music Festifile 2015