This is a feast of the soul. Band pop/rock yang dibentuk sedari masa-masa kampus, .Feast, kembali merilis materi terbarunya dalam bentuk mini album berjudul “Abdi Lara Insani”. Jika kalian sudah cukup lama mengikuti band sensasional satu ini, tentunya kalian sudah tidak aneh lagi dengan konsep multi semesta yang dinarasikan di setiap materi mereka. Dengan sebutan seperti Earth-02 yang menjadi latar belakang “Beberapa Orang Memaafkan”, Earth-03 yang diceritakan secara chaos di album perdana “Multiverses”, Earth-05 yang menjadi landasan “Membangun dan Menghancurkan” (yang hingga saat ini belum ada kejelasan tentang album ini), atau Earth-08 pada mini album “Uang Muka”. Terkhusus mini album kali ini, kita diajak kembali untuk bertamasya ke Earth-03 dan melewati kisah-kisah dari karakter fiksi bernama Ali.
Menurut saya, konsep atau gimmick yang disuguhkan oleh .Feast selalu menarik dan fresh. Baik dari cerita fiksi yang disuguhkan secara detail dan gamblang, hingga visual yang menghiasi setiap artwork-nya, .Feast bisa dibilang menciptakan semestanya sendiri. Menikmati karya-karya dari band satu ini rasanya serupa dengan mengikuti cerita Marvel Cinematic Universe. Mulai dari visual yang mencengangkan, banyaknya cameo untuk fan service (Jason Ranti di “Uang Muka” atau Sir Dandy di “Beberapa Orang Memaafkan”), juga alur cerita yang terus keeping up dengan zaman.
“Abdi Lara Insani”, album yang saya yakin sebenarnya tidak begitu ditunggu oleh para Kelelawar (sebutan untuk fans .Feast). Tidak ada angin, tidak ada hujan, mereka merilis album dengan visual yang serba merah dan hitam layaknya ciri khas anarcho (hehe). Mengapa saya mengatakan hal ini? Karena para Kelelawar (termasuk saya) tentunya menunggu album penuh “Membangun dan Menghancurkan” yang sudah dijanjikan semenjak 2019 lalu. Okay, mungkin saat 2019, Baskara terlalu sibuk dengan album perdana Hindia. Lalu kenapa tidak 2020? Bisa dimaklumi juga karena pandemi tiba-tiba menghantam. 2021? Baskara juga menggarap album perdana dari band anyarnya, yakni Lomba Sihir. Nah, saya rasa 2022 itu waktu yang tepat untuk merilis most anticipated album lokal tersebut, tapi apa? Kita malah mendapat album yang tidak disangka-sangka, “Abdi Lara Insani”.
Sebagai penggemar, perasaan saya dibuat naik turun saat pertama kali mendengar mini album ini. Sama seperti 2 mini album sebelumnya, track pembuka berisikan monolog yang dibacakan oleh tamu yang memiliki pamor cukup besar. Kali ini, .Feast mengajak salah satu host dari Tonight Show yang juga punya channel Youtube dengan viewers banyak, Vincent Rompies. Kaget? Sama. Baru track pertama saja sudah membuat saya kesemsem sendiri. Jagoan emang .Feast kalau udah ngebahas gimmick kayak gini.
Masuk ke track kedua, “Bintang Massa Aksi” memberikan riff-riff guitar rock music seperti milik QOTSA. Energi yang musik ini berikan rasanya benar-benar menghantam mood, apalagi setelah mendengar monolog di track pembuka. Di tengah-tengah lagu, kita juga diberikan synth yang mencolok dengan sound, mirip seperti album Dawn FM milik Abel Tesfaye. Membahas ego dari karakter Ali, tampaknya mereka berhasil memberikan emosi yang cocok pada track ini untuk modal kita mendengarkan track-track selanjutnya.
Track ketiga nih yang anjing. Belum sampai sedetik lagu berjalan, saya sudah familiar dengan lagunya. Lagu yang dulu membuat saya “kepatil” sama band satu ini,“Camkan”, tampaknya mendapatkan versi baru pada mini album ini dengan beberapa liriknya yang diganti. “Camkan” merupakan track yang magis karena disokong oleh lirik yang sangat kuat. Apalagi bagian hook-nya, “ritualmu urusanmu, ritualku urusanku”. Akan tetapi, saya pribadi cukup merasa terganggu karena lagu ini mengalami perubahan lirik dari versi aslinya yang kuping saya sudah biasa dengar. Contohnya seperti pada verse kedua, lirik “lihat kembali sila kesatu” berubah menjadi “lihat kembali mata hatimu” yang bagi saya tidak cukup “nendang”.
“Kuping Ini Makin Lalai”, track ke-4 yang menjadi bukti kuat bahwa band ini senang sekali memberi fan service yang luber ke mana-mana. Sebelum era “Multiverses”, .Feast memiliki album yang tidak jadi rilis berjudul “Conviction” dengan beberapa track yang saat ini hanya bisa dinikmati di video-video mereka panggung 6-7 tahun silam di Youtube. “Beda Hari Raya” merupakan salah satu judul pada lagu-lagu yang tidak dirilis tersebut dan juga merupakan lagu tentang beda agama pertama yang membuat saya tersentuh. Dengan lirik seperti “Adzan ini tak selantang gema rinduku padamu” atau “cintaku sejernih air wudhu”, track tersebut dengan mudah masuk ke dalam “core memory emas saya” seperti yang ada di film Disney “Inside Out”. Selang beberapa tahun kemudian, lagu ini pun akhirnya dirilis dengan lirik yang maknanya berubah total. Tidak ada yang namanya kisah cinta beda agama. “Kuping Ini Makin Lalai” menjadi lagu yang penuh dengan syarat politik. Berdasarkan tangkapan saya, lagu ini bercerita tentang pengorbanan yang harus dilakukan untuk mencapai hal-hal indah. Walau akan berakhir indah, pengorbanan yang dilakukan pun seakan-akan berlebihan dan korban dibiarkan begitu saja, dipaksa untuk memaklumi kesengsaraan. Huft, seperti di dunia nyata saja.
Track berikutnya masuk ke single utama mereka pada album ini, yaitu “Gugatan Rakyat Semesta” yang menceritakan Ali yang sudah memiliki basis massa yang cukup besar karena kontribusi partai politik miliknya (Partai Ratu Adil) kepada masyarakat. Adanya dukungan tersebut membuat Ali bisa mengumpulkan kekuatan untuk meruntuhkan status “quo” pemerintahan saat ini yang dianggap tidak pernah menyelesaikan begitu banyak permasalahan dan krisis negara. Bagian hook lagu ini saya rasa cukup catchy, apalagi untuk penggemar manga terbaik sepanjang masa, “One Piece”. Kalimat petir di kepalan tangan sangatlah menggambarkan apa yang raja bajak laut Monkey D. Luffy lakukan saat melawan musuhnya, Kaido. Di lagu ini juga terdapat melodi gitar yang kalau saya tidak salah, dulu digunakan untuk track yang tidak dirilis yang sering dibawakan sebagai intro panggung.
“Jaya” menurut saya menjadi track terlemah di mini album ini. Intronya yang cukup panjang (tidak spotify core hehe) membuat saya ingin menekan tombol next menuju lagu berikutnya yang sudah dirilis lebih dulu, yaitu “Ali”. Untuk “Ali”, kita diberikan musik yang membahas isi pikiran dari sang karakter utama itu sendiri. Ohiya, ini juga merupakan remake dari lagu dulunya dengan judul “Ho Ho Holy”. Lirik-lirik seperti “with God as my weapon” berubah menjadi “Tuhan manusia”, atau “i’ll never stagger up on stages” yang berubah menjadi “kubenahi Nusantara”.
Mini album ini pun ditutup dengan track yang menurut saya kalah megah dengan track sebelumnya, yaitu “Senin Toko Tutup”. Saya merasa kalau “Ali” itu lebih cocok disimpan di track terakhir pada mini album ini karena musiknya yang luas dan isi liriknya tentang “Abdi Lara Insani” itu sendiri.
Mengutip dari siaran pers, “Inspirasi Abdi Lara Insani sendiri, selain dari banyak tokoh-tokoh dan cerita-cerita sosial politik yang kita semua tahu, besarnya meminjam figur ‘Bento’ yang diceritakan oleh Om Iwan (Fals) dalam lagu yang berjudul sama. Saat itu saya berandai-andai, ‘gimana jadinya kalau Bento ini dulunya sebenernya orang baik, dimajukan oleh rakyat dan disayang oleh rakyat, sebelum akhirnya menjadi figur seperti yang diceritakan lagu?’ Saya rasa pengkisahan Ali (panggilan Abdi Lara Insani ini) akan terasa seperti mengaburkan garis antara fiksi dan kenyataan, saking seringnya kita semua mendengar dan melihat kisah-kisah tersebut di publik, yang tak jarang juga bersinggungan dengan hajatan hidup kita semua sehari-hari” tambah vokalis yang juga dikenal sebagai Hindia ini.
“Abdi Lara Insani” menjadi album yang menyenangkan sembari para penikmatnya menunggu suguhan utama, yakni “Membangun dan Menghancurkan”. Beberapa track dari album ini rasanya diciptakan memang untuk dinikmati secara live, jadi lebih baik kalau ada event organizer yang mau mengundang .Feast ke Bandung, kota kelahiran dan tempat saya tinggal hehe. Huft, bagus albumnya. Tapi tetap #kawalmembangundanmenghancurkan. Sehat selalu untuk .Feast, selamat/sukses!