Masyarakat Indonesia pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Pasar Malam. Tidak hanya transaksi jual beli yang biasanya terjadi di pasar, tetapi beragam aksi hiburan juga disajikan di tempat yang sudah ada sejak zaman kolonialisme Belanda ini. Pasar malam juga menjadi tempat bagi sebagian orang untuk mengadu nasib dan mencari keuntungan dengan cara menyajikan hiburan yang dapat dinikmati oleh setiap kalangan usia, sosial, maupun ekonomi. Hal itulah yang menjadi awal mula diselenggarakannya Pasar Malam Kampus Tiga atau disingkat PMKT yang menjadi acara tahunan milik FISIP UNPAR. Acara yang bertujuan sebagai ajang berkumpulnya para mahasiswa dari tiga program studi di FISIP ini mengambil nama pasar malam karena mereka ingin terciptanya rasa kekeluargaan yang kental dan tidak memandang strata sosial seperti konsep pasar malam itu sendiri.
Acara yang telah dimulai sejak siang hari itu dibuka oleh penampilan band-band yang lolos audisi seperti Summer Breeze, Grazy Monday, dan Salty Sugar. Bukan pasar malam namanya jika tidak ada permainan yang sudah tidak asing di telinga para masyarakat, sebut saja Bianglala, Ombak Banyu, Kora-kora, Rodeo, bahkan the infamous Rumah Hantu dihadirkan di Lapangan Pussenif yang dijadikan tempat berlangsungnya acara ini.
Cuaca yang kerap berganti di kota Bandung akhir-akhir ini menampakkan taringnya. Langit yang sudah mulai mendung dari sore hari akhirnya berbuah rintik-rintik hujan yang disambut gema “please jangan hujan dong” dari setiap penonton yang hadir. Malam pun bersambut, salah satu band yang sedang naik daun, Lizzie akhirnya naik ke atas panggung. Meski hujan kian deras, Lizzie tetap memberikan penampilan terbaiknya dengan membawakan lagu-lagu andalan mereka seperti “Lust Slaver” dan “Dead River”.
Baju yang sudah basah, rambut yang makin lepek, jalanan becek tidak menghalangi penonton untuk bergeming di depan panggung menunggu penampilan selanjutnya. Trou yang dulu dikenal dengan nama A.F.F.E.N ini gantian mengahangatkan panggung dengan nuansa rock alternativenya. Dengan membawakan total sekitar lima lagu Trou berhasil membuat para penonton menerjang hujan dan basah-basahan di audience pit untuk menikmati penampilan mereka.
Setelah dihibur oleh beberapa penampilan band, kali ini giliran mahasiswa/i FISIP sendiri yang unjuk gigi. Pertunjukkan kabaret yang ditunggu-tunggu oleh kaum internal maupun eksternal ini menghasilkan tawa, celotehan, umpatan, serta riuh tepuk tangan dari para penonton dengan penampilan apik mereka yang menceritakan tentang maskot dari acara ini, yaitu Prince Gusviere. Melalui penampilan kabaret dengan akting yang lucu serta mash up dari lagu-lagu tren masa kini menjadikan acara makin ramai dan seru.
Puas dihibur oleh penampilan kabaret, penonton makin mendekat ke arah panggung. Usut punya diusut waktunya band asal Bali yang sudah dinanti-nantikan untuk naik panggung. Ya betul! Dialog Dini Hari yang sudah tidak asing di telinga para penikmat musik membuka penampilan mereka dengan tembang “Pohon Tua Bersandar”. Para penonton garis depan yang notabene adalah fans mereka turut berdendang dengan fasih tanpa melewatkan sepenggal lirik pun. Dilanjutkan oleh lagu-lagu dari album lama mereka maupun yang terbaru membuat para penonton merasa puas dihibur oleh penampilan band satu ini. Sebelum melanjutkan untuk menyanyikan lagu yang mengingatkan kita pada rumah, sang vokalis, Dadang SH Pranoto, memberikan pujian tentang Bandung. Dadang mengungkapkan bahwa Bandung merupakan kota dimana karya-karya banyak terlahir yang berisikan orang-orang dengan rasa kreativitas tinggi. Sebagai orang yang terlahir dan besar di Bandung, satu kalimat terakhir Dadang sebelum memetik gitar intro lagu “Tentang Rumahku” mengendap di otak saya dan tidak mau pergi, “Bandung adalah rumah kalian”.
Malam semakin larut, akhirnya giliran band legenderis di ranah musik independen menguasai panggung. Pure Saturday yang telah lama malang melintang di skena musik Indonesia ini menampilkan lagu-lagu mereka yang sudah dihafal oleh setiap penonton yang hadir. Sayangnya karena waktu yang kian malam dan jalanan Bandung yang makin sepi, saya dan teman-teman saya memutuskan untuk mengakhiri kepuasan kami di acara PMKT ini bahkan sebelum Pure Saturday masuk ke lagu keempat mereka. Sungguh disesalkan memang, tetapi perjuangan hujan-hujanan dan berlari menghindari berkah alam semesta itu terbayarkan oleh penampilan-penampilan menganggumkan dari setiap penampil yang hadir. Kerja keras panitia yang sudah menyiapkan acara ini meski terhalang kendala dari mulai budgeting hingga cuaca yang tidak terlalu mendukung terbalas oleh penonton yang antusias untuk menghadiri acara ini. Bravo!
Foto oleh: Radifan Cakra