Sebatang rokok telah ku bakar. Menyender pada dinding kosanku yang tidak lagi putih bersih. Kuputar “Bahagiaku Sendiri” oleh Aurelia yang rilis di kanal digital pada tanggal 10 Maret 2023 tersebut. Seketika rasanya aku seperti seorang pemeran utama di sebuah film independen.
Malam sebelum dirilisnya lagu tersebut, merupakan malam paling “nice try” sepanjang hidupku. Orang yang kukagumi membaca tulisanku tentangnya, reaksinya tentu tidak seindah di film-film Disney. Aku memang sudah menduga akan berakhir seperti ini. Maka ketika ku mendengar “Bahagiaku Sendiri”, Aurelia seakan menjadi wali atas suara-suara yang ada di benakku. Semesta seakan tak pernah berpihak padaku. Aku hanya ingin tau bagaimana rasanya dicintai seseorang. Namun sekarang rasanya semesta bahkan tidak membolehkanku menyukai orang lain.
“Dunia berputar, tapi tak memutariku”
Langkah kaki yang goyah, bahkan sempat ku berpikir untuk mengambil gunting di atas meja belajarku dan kau tau lah apa yang akan terjadi selanjutnya. Sejatinya perasaan-perasaan ini datang karena aku sudah merasa gagal untuk menjadi “seseorang”. Gagal menjadi seorang anak yang membanggakan orang tua karena kandasnya pendaftaran beasiswa, gagal menjadi seorang hamba karena iman tidak lagi sekuat baja, gagal menjadi seorang pencinta karena sudah barang tentu ia tidak mau aku memiliki perasaan ini.
“Waktu yang terhenti, tak ada yang mengerti”
Saking banyaknya hal yang berenang di kepala, aku tidak lagi bisa merasakan apapun. Merenung jadi satu-satunya kegiatan yang sering aku lakukan. Coba memahami lagi segala yang telah terjadi.
“Langkah kaki seakan tak kunjung berhenti. Kini ku termenung dan coba tuk pahami”
“Nanti juga pasti ketemu Ca, jodoh mah ga akan kemana” ucap orang-orang. Sudah muak jujur aku dengan kata-kata itu hahaha. Aku pun tau akan hal itu, Aku cuma mau mengeluh dan bertanya-tanya saja. Kapan datangnya sih si jodoh-jodoh itu? Hahahaha.
“Adakah lain kesempatan ku miliki? Akankah diri ini tak lagi hanya rasakan sepi?”
Namun memang seberkas harapan masih selalu kupegang teguh. Aku yakin hal yang sedih ini tidak akan selamanya mengendap di hidupku. Ini hanyalah hari yang buruk, bukan kehidupan yang buruk. Lagipula aku masih punya diriku sendiri. Satu-satunya orang yang akan selamanya menemani. Waktu akan terus berjalan, yang lalu akan selamanya lalu. Esok akan jadi kesempatanku untuk dapat menciptakan bahagiaku sendiri.
“Kuyakin meski tak bisa kuputar kembali, waktu kan beriku kesempatan tuk mampu merakit bahagiaku sendiri”
Aku tidak berbohong kalau aku mengatakan bahwa lagu yang datang sebagai sebuah soundtrack film pendek berjudul “Hole and Corner” ini dapat menjelma kehidupan orang-orang yang mendengarnya. Terutama bagi Tari, tokoh utama dalam film yang disutradarai oleh Naufal Abrisam tersebut. Jujur, kemampuan Aurelia dalam menggambarkan perasaan Tari ke dalam sebuah lirik lagu patut diacungi jempol. Dalam dan tidak memaksa, apalagi dibungkus oleh perpaduan composer yang terdiri dari Riemann Janson, Rafli Kurniadi, Puguh Seto, Orvalla Dimas Rehandityo dan Aurelia Azzahra sendiri. Aransemen yang dilakukan oleh Akbar Ekaputra, mastering oleh Dhani Saputra dan mixing oleh mereka berdua seakan menjadi frosting kue yang lezat dan tidak membuat enek. Hal yang paling aku suka adalah suara synthesizer (atau apalah itu) yang mengalun lembut dari awal hingga akhir lagu, seakan jadi sebuah frekuensi suara yang dapat menenangkan pendengarnya. Lalu vokal Aurelia seperti menjelma hembusan angin yang meniup alang-alang sama seperti dalam foto artwork oleh Salma Khairunnisa dan Abrar Riza tersebut. Semuanya seakan melantun bersama demi menciptakan karya yang menurutku lebih baik daripada single Aurelia sebelumnya yaitu “Aku Pamit”. Bukan tidak suka, namun dilihat dari banyak aspek aku memang lebih menyukai “Bahagiaku Sendiri”.
Jadi tunggu apalagi, “Bahagiaku Sendiri” sudah tersedia di banyak streaming platform, coba dengar dan rasakan sendiri sejauh apa lagu tersebut dapat relate dengan dirimu.