‘Paduan Suara’ Colok Bunyi tanggal 26 September 2019 silam
Foto oleh Teras Kolektif

“7 September 2017, tanggal bersejarah bagi skena musik Jatinangor di mana Teras Kolektif Volume 1 pertama kali diadakan. Acara dibuat seadanya, cari dana semampunya, dengan sumbangan donasi yang seikhlasnya.”

Di malam penghujung bulan September lalu, nampak sebuah keramaian di sudut lain Fikom Unpad. Rupanya, sedang berlangsung gigs kecil-kecilan di sana, Colok Bunyi namanya. Acara kebanggaan yang diprakarsai oleh sebuah kolektifan bernama Teras Kolektif. Untuk kalian yang menyukai musik dan melakukan kegiatan sehari-hari di Jatinangor, mungkin sudah tidak asing lagi dengan nama Teras Kolektif— sebuah perhelatan musik di Jatinangor yang dikelola secara mandiri mulai dari pendanaan hingga pengelolaannya. Jika acara-acara besar terselenggara dengan adanya sponsor, tidak dengan Teras Kolektif. Teras Kolektif menjadi ajang pembuktian kepada mahasiswa bahwa kita bisa bersenang-senang tanpa bersusah payah, asal punya keyakinan dan konsep yang matang untuk membuat sebuah acara yang tidak kalah keren dengan acara-acara besar.

Keberadaan nama “Teras” sendiri sudah ada sejak tahun 2011, yang mana mayoritas penggiatnya merupakan mahasiswa D3 Fikom Unpad.  Namun, pada awalnya aktivitas “Teras”  hanya berputar pada sablon gratis, donasi, dsb. Memang, pada tahun-tahun sebelumnya pernah ada acara serupa bernama Parking Gigs yang berlangsung hingga tahun 2013, dan juga Rock N’ F*ck (disensor demi kenyamanan bersama) yang pelaksanaannya berakhir di sekitar tahun 2015/2016. Sehingga, tahun 2016 di mana Felmy— salah seorang anggota Teras Kolektif sekaligus Ketua dari Komunitas Musik Fikom mulai berkuliah di Fikom Unpad, lahirlah ide untuk menghidupkan kembali skena musik Jatinangor. Keinginan Felmy untuk membentuk grup kolektif di Fikom berangkat dari cerita mulut ke mulut orang-orang mengenai perhelatan musik Fikom yang gencar. Felmy mengaku, Tapi pas masuk Fikom, realitanya enggak sesuai. Udah enggak ada lagi gigs yang selalu diceritain orang-orang”. Karena sepinya acara di Fikom, Felmy memutuskan untuk bergabung ke Komunitas Musik Fikom dan berkenalan dengan orang-orang di dalamnya yang juga merupakan anggota Teras. Mulai dari sana, ia memiliki ide untuk membuat gigs yang diprakarsai oleh sebuah grup kolektif. 

Dengan semangat dan keinginan untuk menghidupkan kembali skena musik Jatinangor, awalnya Felmy bergerak sendiri untuk menghubungi para senior (yang dulunya berperan penting dalam keberlangsungan Teras) untuk meminta izin menggunakan nama Teras. Namun singkat cerita setelah mendapat izin, Felmy akhirnya mengajak  Ojan, Bani, Dino, Ijul, Galih, Isya, dll untuk ikut berpartisipasi dan diberi jalur hijau untuk mewujudkan mimpinya— membuat gigs bernama Teras Kolektif. Nama Teras Kolektif sendiri dirasa sudah cocok untuk menjadi sebuah acara, ibarat sebuah lahan kolektif yang mampu mewadahi musik.

7 September 2017, tanggal bersejarah bagi skena musik Jatinangor di mana Teras Kolektif Volume 1 pertama kali diadakan. Acara dibuat seadanya, cari dana semampunya, dengan sumbangan donasi yang seikhlasnya. Beruntung, acara ini mendapatkan respon yang luar biasa dari para senior, sehingga donasi yang didapat cukup banyak karena sebagian dari mereka sudah bekerja. Dengan segala usaha yang dikerahkan oleh Felmy dan teman-teman, mereka berhasil mengundang The Panturas, Orkes Bagong Februari, Smiling Sunshine, El Karmoya, Diskvrsvs, Breh & The Bangsat, Knurd Hamsun, Gallur Andjana, dan Saripohace. Line up acara pertama dipilih berdasarkan lingkup terdekat, meskipun siapa saja boleh naik ke atas panggung untuk menghibur penonton yang hadir. Lantas, sistem pemilihan line up ini terus dijadikan pedoman untuk melaksanakan acara-acara Teras Kolektif selanjutnya.

Felmy, penggagas Teras Kolektif yang sedang menikmati vibes Colok Bunyi
Foto oleh Teras Kolektif

Acara dan kolektifan yang sama sekali bukan profit-oriented ini selain untuk meramaikan skena musik Jatinangor juga dijadikan sebagai ajang silaturahmi dan reuni. “Acara ini pokoknya mah ‘seru-seruan’ oriented, di mana profit-nya bukan dalam bentuk materi tapi lebih ke siapa orang yang kita temui setelah acara, senangkah kita setelah datang ke acara,  atau bisa juga profit buat band-band saat mereka mendapatkan pengakuan publik setelah tampil di acara kami.” kata Felmy. Terbukti, grup kolektifan yang membolehkan siapa saja bergabung (asal memiliki semangat dan keinginan untuk membuat acara), mampu mencetak nama-nama seperti The Panturas, Orkes Bagong Februari, serta Smiling Sunshine dan menjadikan Teras Kolektif sebagai batu loncatan mereka.

Selang setahun setelah dilaksanakannya Teras Kolektif Volume 1, muncul acara baru yang mengusung tema meng-cover band-band tahun 90 hingga 2000-an yang bernama Colok Bunyi. Berangkat dari obrolan Felmy, Galuh Ilham, dan Kuya Sunda setelah mereka bermain bulu tangkis, tanpa babibu mereka langsung menyiapkan acara tersebut hanya dalam kurun waktu dua minggu demi memunculkan kembali perasaan nostalgia. Mengingat kembali waktu masa kecil mereka (dan kami juga) diwarnai oleh para musisi yang seringkali kita tonton di acara MTV Ampuh. Nama Colok Bunyi sendiri diambil dari istilah anak-anak Teras Kolektif, dimana dalam pelaksanaan acara ini mereka tidak memperhatikan sound, mixing, dan hal teknis lainnya, Karena yang penting colok gitar ke ampli terus bunyinya keluar” sebut Felmy. Pada pelaksaaan perdana Colok Bunyi, acara berlangsung meriah dengan antusiasme penonton yang sangat tinggi demi melihat secara langsung The Panturas membawakan lagu hits dari The Changcuters, Orkes Bagong Februari meng-cover Wali, hingga Erractic Moody sebagai Naif. ‘Akibat’ antusiasme yang tinggi serta respon yang baik, Colok Bunyi terus berlanjut hingga pelaksanaan nya yang ke-3 pada tanggal 26 September 2019 silam. Felmy mengaku, selain ajang untuk bernostalgia, Colok Bunyi juga merupakan ajang pengumpulan dana agar memiliki tambahan modal pada pelaksanaan Teras Kolektif volume selanjutnya.

Saking serunya, crowdsurfing wajib dilakukan disini!
Foto oleh Teras Kolektif

Satu persatu, penggagas Teras Kolektif mulai meninggalkan kampus alias lulus. Teras terasa sepi tanpa kehadiran mereka. Tetapi, hal itu tidak mematahkan semangat para mahasiswa untuk terus berkarya karena kecintaan mereka akan musik. Aku pribadi kalau udah lulus 5 tahun, 10 tahun, atau lebih lama lagi, kalau punya kesempatan untuk bantu Teras Kolektif, aku akan hadir di sini dan ikut bantu.” Jelas Felmy.

Sebagai penggiat acara musik, tentu Teras Kolektif memiliki cita-cita yang cukup tinggi di masa depan. Mereka bercita-cita ingin membuat Festival Kolektif pertama di Jatinangor dengan konsep multi-stage. Mereka juga bermimpi untuk mengadakan tour Colok Bunyi ke fakultas-fakultas lain yang ada di Unpad. Namun untuk yang terdekat, mereka berharap memiliki penerus sehingga Teras Kolektif akan selalu mendapatkan eksistensinya di skena musik Jatinangor (mari kita aminkan semua harapan Teras Kolektif agar cepat terwujud).

Hadirnya Teras Kolektif tentunya memiliki dampak positif bagi para penikmat musik di Jatinangor. Mereka tidak perlu repot-repot ke Bandung untuk menyaksikan acara-acara musik. Satu hal yang pasti, skena musik Jatinangor membutuhkan Teras Kolektif agar nya terus hidup. Panjang umur dan sukses selalu untuk Teras Kolektif!

Ditulis oleh: Hannafatiha Rahmani dan Freykarensa