Berputar-putar, mengulang-ulang dan tidak akan pernah berhenti— itulah yang datang ke dalam benak saya ketika mendengar kata siklus. Kemudian, banyak contoh dari siklus yang langsung terlintas di kepala; siklus hujan, metamorfosis hewan, menstruasi, dan lain lain. Hehe, ternyata tidak sebanyak itu juga contoh yang saya punya. Kecuali mungkin, jika sebuah rutinitas digolongkan sebagai sebuah bentuk siklus, maka otomatis banyaknya contoh yang ada berkali-kali lipat.
Sekarang saya punya pertanyaan untuk kalian yang sedang membaca ulasan ini. Dari definisi singkat yang saya berikan diatas serta contoh contoh yang saya cantumkan, menurut kalian apakah dalam jatuh cinta ada siklus? Karena menurut Waltz Dialog, ada. Dalam jatuh cinta, ada siklus. Waltz Dialog, sebuah band bergenre pop yang terbentuk di Jakarta di tahun 2019 ini baru saja merilis EP perdana mereka yang bertajuk Cycle, berisikan 3 lagu yang memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya, masing-masing merepresentasikan sebuah fase di dalam siklus jatuh cinta. Apa saja fase-fase tersebut?
- Pertemuan pandangan – “Glance”
Setiap pertemuan pasti dimulai dengan sebuah tatap. Sebuah tatapan belaka bisa menentukan ada atau tidaknya hubungan yang akan terbangun antar individu, termasuk hubungan romantis. Jika ada perasaan yang mendebar, gembira, seperti di dalam diri ada yang bergejolak ketika kamu bertatap dengan si dia, maka selamat; kamu sepertinya akan jatuh cinta.
Hal itulah yang persis diceritakan oleh Waltz Dialog di dalam “Glance”. Sepanjang lirik lagu ini diceritakan dalam sudut pandang orang pertama tentang seseorang yang berdebar-debar, ingin pergi dalam sebuah kencan romantis bersama si dia, menjemputnya larut di malam hari hanya untuk berdansa dan bersenang-senang sampai fajar datang. Di penghujung lagu ini terdapat lirik “we wanna grow, what if we’re meant for the sure” dimana sang “Aku” dalam lagu ini bertanya-tanya akankah hubungan ini menjadi sesuatu yang pasti? Perasaan yang dirasakan sang pemeran utama sepanjang lagu ini juga dibantu oleh karakteristik lagu yang upbeat, ceria, cerah, dan overall memberikan energi yang sangat positif jika mendengarkan lagu ini.
“Glance” sangat pas dijadikan pembuka di EP singkat ini. Selain sebagai representasi dari “pandangan pertama” yang merupakan fase pertama dari siklus jatuh cinta, single ini juga pas menjadi lagu yang mengenalkan suara-suara dan karakteristik lagu seperti apa yang akan disajikan oleh Waltz Dialog di sisa EP ini. Dari ketiga lagu yang ada di EP ini, baru “Glance” yang memiliki video klip. Oh iya, lagu ini juga pernah diulas oleh rekan saya, Muhammad Rafliansyah. Untuk selengkapnya, klik tautan ini
- Menjalin hubungan – “Upside Down”
Dalam sebuah hubungan ada naiknya dan kadang pula ada turunnya. Merasakan kebahagiaan bersama adalah tujuan dalam menjalin sebuah hubungan, namun masalah pasti akan ada ketika dua individu dengan karakteristik yang berbeda beda memiliki niat untuk saling berkomitmen dan berkompromi untuk mencapai tujuan kebahagiaan bersama tersebut. Jalinan cinta yang kerap membawa kehangatan dan perseteruan di setiap malamnya inilah yang menjadi cerita, di fase kedua dalam siklus jatuh cinta ini.
Lirik lirik didalam “Upside Down” memang bisa dibilang bukan termasuk yang straightforward dalam menyampaikan pesan atau kisah yang ada di dalam lagu ini, namun ada beberapa lirik yang menceritakan— atau paling tidak, menggambarkan suasana yang dirasakan oleh sang pemeran utama. Seperti dalam penggalan lirik “That’s what I miss from you by the night, to hold your back, got your back” dimana “Aku” sangat merindukan hadirnya “Kamu” yang memberikan kehangatan saat hari sudah malam. Terasa sekali betapa rindunya ia saat melafalkan lirik “by the night” dengan sangat lirih.
Di fase kedua ini, “Upside Down” merupakan perubahan mood yang besar dari lagu pertama karena menghadirkan suasana yang lebih kelam dan sedih daripada yang sebelumnya. Walaupun instrumental dan beat-nya masih bertempo cepat, vokal dan lirik pada lagu ini tetap mampu membuat pendengar merasakan suasana sedih, merupakan bridging yang tepat ke fase yang terakhir.
- Bersisa kenangan – “Memoir”
Akhirnya kita sampai juga ke penutup dari trilogi ini. Single pelengkap dari EP ini merupakan sebuah kisah tentang mengakhiri sebuah hubungan, dan menghadapi semua emosi yang datang setelahnya. Kemudian semua emosi itu kian menguat karena adanya memori tentang segala hal yang pernah dilewati bersama. Yang tersisa hanyalah pilihan. Pilihan untuk tetap tinggal di dalam memori itu, mengharapkan ia kembali, atau move on. Melanjutkan kehidupan, tidak menangisi apa yang pernah terjadi dan memberi kesempatan untuk membentuk hubungan yang baru, memulai siklusnya kembali. Selalu dengan harapan bahwa siklus selanjutnya merupakan siklus terakhir dalam hidupnya.
Namun dari yang saya tangkap, sang pemeran utama sangat rindu kepada pasangannya. Ia sering kali bernostalgia, selalu mengingat kembali bagaimana rasanya bersama. Hal ini sangat terasa di baris “Anytime with you, the sun is gone too fast” dimana setiap kali bersamanya, seakan matahari pergi dengan sangat cepat, seperti waktu cepat sekali habis. Makin mengingat-ingat lagi rasanya, ia pun akhirnya menyerah. “And if you take all my time will you come back?” ia harap, masih mungkin untuk kembali lagi ke dalam dekapannya.
“Memoir” sangat sarat dengan emosi sedih yang mencekam. Mulai dari vokalnya, gema dari petikan gitar listrik, serta synthesizer-nya yang khas semua merefleksikan ini. Sebagai penutup dari EP ini, saya acungkan jempol karena bisa memberikan feel yang tepat diakhir “roller coaster” perasaan ini.
Lagu-lagu di dalam EP ini masing-masing meninggalkan sebuah kesan di diri saya. Mendengarkan EP ini dari awal sampai akhir membuat saya terkejut dengan apa yang disajikan Waltz Dialog. Walau terbilang baru di skena musik Indonesia, mereka sudah menemukan suara khas yang menjadi milik mereka sendiri. Walaupun ketika mendengar musik mereka saya teringat musisi-musisi lain yang mungkin menginspirasi musik mereka, seperti Pamungkas atau musisi-musisi dalam genre bedroom pop yang memang sekarang ini sedang naik daun, tetap ada sesuatu yang menjadi ciri khas mereka. Seperti synthesizer dan vokal dari Galih yang tentunya ada di setiap lagu.
Memang, ada beberapa kekurangan lagi disini dan disana, seperti pengucapan lirik yang kadang masih sulit untuk saya cermati atau terkadang karena lagunya terkesan ingin catchy namun malah berakibat lagu tersebut mudah sekali menjadi membosankan. Tapi saya rasa masih ada banyak ruang bagi mereka untuk menjelajahi musik mereka, toh ini EP pertama mereka. Overall, menurut saya ini adalah langkah pertama yang luar biasa bagi mereka. Dan tentunya saya ikut penasaran menunggu langkah-langkah yang akan mereka buat selanjutnya. Oiya, Cycle sudah bisa didengar di berbagai platform musik digital.