“…satu tragedi takkan hentikan kami dan birat ini membekas disini, menjadi pengingat apa yang terjadi kau tak bisa penjarakan pikiran ini.”
Seringai – Dilarang Di Bandung
Sabtu lalu (2/4) menjadi hari yang cukup bersejarah bagi scene musik kota Bandung. Pasalnya, pada hari itu digelar acara bertajuk ‘An Intimacy: Departure’ di Gedung Asia Africa Cultural Centre (AACC) yang sekarang bernama New Majestic. Gedung yang menjadi saksi tragedi yang merenggut nyawa sebelas orang ketika Beside menggelar pesta perilisan Againts Ourselves beberapa tahun lalu. Kejadian yang tentunya menampar para pelaku musik sekaligus penikmatnya di kota Bandung dan menjadikan gedung ini membisu selama beberapa tahun.
Hadirnya ‘An Intimacy: Departure’ menghidupkan kembali gairah scene musik di Bandung juga menyediakan wadah bagi para pelaku musik serta penikmatnya. “Edisi spesial ini mempresentasikan An Intimacy dari satu sampai dua belas diwakili oleh band-band yang sudah tampil, An Intimacy ke depannya akan kembali ke format awal lagi,” ungkap Adli selaku project officer acara ini.
Acara yang dimulai sore hari itu dibuka oleh Littelute, saat itu suasana masih sepi. Kemudian masuk giliran Good Morning Breakfast mengambil alih panggung. Kala itu menjadi pertemuan kedua bagi warga Bandung dengan band berunsur brit-pop yang kental asal kota udang, Cirebon.
Tanpa basa-basi kuartet indie-pop asal Jakarta, Bedchamber, berhasil memukau para penonton walaupun sound-nya kurang maksimal dan agak sedikit mengganggu. Mereka membawakan lagu-lagu andalannya seperti ‘Youth’, ‘Frowning’, juga ‘Departure’ sehingga penonton memadati tempat dan menganggukan kepala. Dilanjut band post-rock asal Bandung yaitu Ellipsis yang berhasil menghentak para penonton dengan musik instrumentalnya, sound yang cukup solid membuat penonton yang hadir terbuai dan dibangunkan emosinya.
Ketika Heals di atas panggung, kuintet shoegaze asal Bandung ini menawarkan formula khas dengan karakter layered guitar yang tetap noisy. Namun, pada saat Heals tampil vokal suara kurang terdengar ke penonton. Mereka membawakan lagu-lagu andalannya seperti ‘Lunar’, ‘Azure’ dan ‘Void’. Selain itu, mereka juga membawakan lagu terbaru ‘Waves’ yang diliris pada tanggal 1 April lalu. ‘Waves’ didaulat menjadi penghujung penampilan mereka. Heals adalah salah satu band asal Bandung yang ditunggu-tunggu debut albumnya yang rencananya akan dirilis oleh label indie lokal yang paling konsisten hingga saat ini, FFWD Records. Setelah itu, ada Diocreatura, band naungan Monsterstress ini membuka penampilan mereka yang lalu berhasil membius para penonton pada malam itu. Diocreatura membawakan lagu andalannya seperti ‘There and Then’ juga merilis video klip ‘Saat Langit Tanpa Awan’ di waktu yang bersamaan.
Polyester Embassy langsung menggebrak dengan lagu pertama ‘Later On’ dengan beat musik yang cukup cepat dan berhasil membuat emosi para penonton terbuai. Panggung ini cukup emosional bagi Polyester Embassy karena sebelumnya mereka pernah menjadi salah satu band yang pernah launching album di AACC. Membawakan lagu dari album Fake-Faker yaitu ‘Air’, ‘Space Travel Rock n Roll’ juga membawakan lagu dari album Tragicomedy, ‘Polypanic Room’ dan ‘Faded Blur’.
Penonton pun sudah memadati tempat ketika Sigmun yang mereka tunggu langsung menghajar dengan lagu ‘Ozymandias’. Penonton pun seolah ikut andil dalam lagu ini karena mereka terdengar tampak fasih melafalkannya. Haikal Azizi dkk sangat apik, ‘Red Blood Sea’ menjadi set list yang terakhir pada penampilan malam itu.
Under The Big Bright Yellow Sun (UTBBYS) didapuk sebagai penampil pamungkas dan langsung menghentak dengan musik intrumental ala post-rock yang begitu kencang. Membawakan lagu-lagu andalannya sebagai sajian penutup, para personil UTBBYS menunjukkan emosi mereka dengan melempar-lempar gitar dan menggesekannya ke panggung. Penampilan yang cukup apik untuk mereka. Dengan visualisasi yang dibantu oleh UVISUAL, gambar-gambar tampak estetis di tiap penampilan para penampil.
Seperti yang dikatakan Idhar Resmadi “….berharap bahwa ingatan-ingatan tersebutlah yang dapat menjadi pemantik bahwa gairah-gairah ini tak boleh berhenti. Sejarah juga membuktikan bahwa dinamika komunitas musik ini telah tertempa dengan beragam peristiwa. Isu lama seperti minimnya gedung pertunjukan juga bukan alasan krusial untuk berhenti berkarya.
Dengan kehadiran An Intimacy di AACC mengingatkan kita bahwa peristiwa-peristiwa merupakan kunci bahwa sejarah tak hanya milik mereka yang menjadi pemenang. Tapi sejarah juga milik yang mengingatnya dan menjadikannya pembelajaran.
Foto: Julian Rinaldi