Setelah tampil dengan gaya La Coka Nostra yang begitu kental lewat Bars of Death, Ucok Homicide kini menyuguhkan kembali roh Homicide lewat ambient hip- hop yang kental lewat Fateh ini. Album yang dirilis oleh Grimloc Records ini menyajikan permainan turntable yang rapi dari Hsi Tsang alias Still yang notabene adalah turntablist dari kolektif hip hop ambient, Dalek, ditambah lirik yang menderu bagai semburan water cannon dari Ucok alias Morgue Vanguard yang seolah mengantarkan kita menuju 369 tempat konflik agraria seperti yang dipaparkan Ucok dalam zine bertajuk Akumulasi Primitif yang ia rilis bersama album ini.

Berisi delapan track, album ini akan mengajak kita menelusuri konflik agraria yang terjadi di wilayah Indonesia selama beberapa bulan terakhir.  Mungkin kita tak asing apabila mendengar racauan cerdas dari seorang Morgue Vanguard yang dengan jenius mengaitkan beberapa isu dalam satu lagu secara bersamaan.

Untuk instrumen, pengaruh Godspeed You! Black Emperor terasa sangat kental di setiap track-nya seperti pada track pembuka yang bertajuk “Volume 1, Bagian 8, Bab 2 yang ‘berisikan’ lagu “Moya” dengan turntable dari Still disertai potongan berita tentang konflik agraria dan juga lagu yang berjudul “Dol Guldur” yang berisi tentang militerisme dalam menghadapi konflik agraria yang oleh Ucok sebut sebagai ‘akumulasi primitif’.

Suasana konflik memang terasa kental dari album kali ini. Ucok bahkan memasukkan dokumentasi dari beberapa konflik yang kurang terekspos media seperti peristiwa Roban Batang lewat “Tak Berbayang di Roban Batang” dan jargon nan menjijikan ‘atas nama undang- undang’ yang terkenal lewat demonstrasi rakyat Karawang terhadap Agung Podomoro yang didokumentasikan oleh Yepsarbote pada lagu “Manufaktur Pre- Teks”.

Setelah menempuh perjalanan yang begitu lama, Fateh pun akhirnya ditutup lewat tembang outro berjudul “Sondang”. Permainan noise sengaja diperlihatkan Ucok sehingga kita seolah melihat langsung peristiwa pembakaran diri  mahasiswa Universitas Bung Karno, Sondang Hutagalung. Sebuh kisah tragis atas ironi mendalam perihal ketidakadilan yang ada di Indonesia.

Perbedaan yang signifikan dalam album ini yakni Ucok terkesan mengurangi penggunaan metafora yang melibatkan nama tokoh ternama. Apabila di Nekrophone Dayz kita mendengar makian ‘Pikiran kalian sesempit kolom Atang Ruswita’, ‘Gengis Khan mana yang coba definisikan moral’ hingga penyebutan nama  Harry Roesli yang sempat menjadi kontroversi. Di album ini Ucok hanya menyebutkan nama ‘Wijoyo Nitisastro dan Mafia Barkeley’ pada lagu “Manufaktur Pre Teks”.

Dari kesemua album yang pernah dirilis Ucok, mungkin album inilah yang paling berwarna. Pemanfaatan orasi nan apik serta lirik yang penuh akan metafora membawa kita pada suasana demonstrasi yang berlangsung di Roban Batang hingga Belantar Chiapas nan jauh di sana. Bagi kalian yang merindukan Homicide di masa-masa kejayaannya, mungkin album ini bisa menjadi panasea yang tepat untuk mengobati rasa rindu beberapa tahun terakhir.