Frau, Solo sekaligus duo asal Kota Pelajar Yogyakarta ini memang sudah tak asing lagi dalam skena musik independen lokal. Beranggotakan Leilani Hermiansih dan piano kesayangannya Oskar, mereka telah merilis dua buah album yang bertajuk Starlit Carousel (2010) dan Happy Coda (2014) yang dapat menyejukkan penggemar musik folk di seluruh Indonesia. Pada acara An Intimacy vol.6 ini, Gilanada mendapat kesempatan untuk mewawancarai ‘mbak menggemaskan’ ini terkait acara dan konsep musik yang ia berikan. Penasaran? Simak interview kami berikut ini :
Hallo, Apa kabar Frau dan Oskar?
Baik- baik saja pastinya.
Dalam beberapa waktu belakangan, Frau terhitung sudah dua kali tampil di Bandung. Apa yang dirasakan dari penampilan kedua ini? Adakah hal yang berbeda dari acara sebelumnya?
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang tidak terlalu banyak, sih. Tetapi aku senang sekali bisa tampil di ‘An Intimacy’ ini. Soalnya, aku lebih suka pentas di venue kecil agar bisa lebih dekat dengan penonton dan mengharuskan penonton untuk duduk berdekatan. Dari sana aku bisa melihat wajah penonton satu per satu.
Bagaimana Frau terhadap acara An Intimacy kali ini?
An Intimacy ini atmosfernya lebih enak berkat keintimannya itu.
Beberapa waktu yang lalu, Frau telah merilis album Starlit Carousel dalam bentuk vynil, sedangkan Frau sendiri telah memiliki identitas musisi netlabel yang sangat kental. Apa alasan yang mendasari Frau untuk merilis album ini dalam bentuk vynil?
Sebenarnya, aku nggak suka kalau ada pengecapan musisi netlabel atau musisi fisik, karena pada dasarnya musisi, ya musisi. Mereka menghasilkan karya musik bisa dalam bentuk apa saja. Dari bentuk yang berbeda ini dapat dihasilkan pengalaman yang berbeda pula. Sebagai contoh, sebagai pendengar tentunya rilisan fisik dapat memberikan kepuasan tersendiri dibandingkan hanya mendengarkan lewat mp3 saja. Kepuasan juga mungkin akan bertambah apabila mendengarkan lewat vynil atau mungkin memainkan lagunya lewat partitur yang aku berikan. Pasti akan jadi pengalaman yang berbeda pula.
Dibandingkan dengan album Starlit Carousel, album Happy Coda bisa dibilang sepi akan kolaborasi. Kenapa Frau lebih memilih untuk mengurangi unsur kolaborasi pada album ini?
Album Starlit Carousel memiliki beberapa lagu yang mengharuskan untuk melakukan kolaborasi. Pada ‘Sepasang Kekasih yang Bercinta di Luar Angkasa’ misalnya, lagu gubahan dari Melbi tersebut tentu lebih baik untuk dinyanyikan berpasangan. Karena itu aku memilih Ugo sebagai rekan kolaborasi. Selain itu, pada album Happy Coda aku merasa lebih puas karena merupakan hasil eksplorasi diriku sendiri.
Adakah rencana untuk merilis album dalam waktu dekat?
Jelas ada, merilis album adalah wacana terbesar dalam kehidupanku.
Pertanyaan terakhir, apa kesan dan pesan untuk acara An Intimacy ini?
Pada dasarnya, saya sangat senang dapat bermain di sini terutama ini adalah acara yang diusung oleh teman- teman dari Kota Bandung sendiri. Acara An Intimacy ini sangat penting karena merupakan ikon regenarasi musik independen di Kota Bandung yang menunjukkan kreatifitas yang semakin berkembang dari generasi mudanya.
Foto: Yes No Wave