Teks: Bani Hakiki
Sang penyanyi utama Linkin Park ditemukan tewas gantung diri pada Kamis pagi hari waktu setempat.
Berita mengejutkan tentang meninggalnya salah satu pionir grunge, Chris Cornell tentu masih membekas dan menyakitkan di benak para pecinta musik dunia. Pasalnya, baru saja kancah musik dunia kembali diguncang dengan berita tewasnya vokalis Linkin Park Chester Bennington pada Kamism 20 Juli lalu bersamaan dengan hari ulang tahun Chris. Ditambah lagi, dua vokalis yang saling bersahabat ini mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama, gantung diri.
Selain sering muncul bersama di atas panggung, hubungan persahabatan mereka lebih dari itu. Chester sendiri merupakan seorang godfather bagi anak Chris.
Tidak lama tersebarnya berita tersebut, rapper Linkin Park Mike Shinoda langsung mengonfirmasi meninggalnya sang vokalis nu metal tersebut lewat akun Twitter miliknya. “Terkejut dan patah hati, tapi itu benar. Pernyataan resmi akan segera keluar begitu kami memilikinya,” tulis Shinoda.
Chester bukanlah orang yang memiliki masa lalu indah. Sebelum bergabung dengan Linkin Park, dirinya sempat bergumul di dunia narkotika dan menjadi korban bullying oleh orang-orang di atas umurnya semasa kecil. Orang tua Chester bercerai ketika ia berumur 11 tahun dan ia terpaksa tinggal bersama ayahnya yang merupakan seorang polisi. Dalam sebuah pernyataan dalam sesi wawancara bersama Metal Hammer pada 2016, Chester mengakui dan membeberkan masa lalunya.
Pria yang lahir pada 20 Maret 1976 di Phoenix, Amerika Serikat ini menceritakan bagaimana rasa percaya dirinya sempat hancur karena bullying. Ia sempat terlalu takut untuk mengatakan apapun, ia takut orang-orang di sekitarnya menganggap ia gay, seperti kebanyakan orang pada masa itu. Baginya itu merupakan pengalaman yang mengerikan.
Setelah perceraian orang tuanya, ia mulai menggunakan narkotika sejenis opium, amfetamin, dan kokain, bahkan ketika itu ia adalah seorang alkoholik.
“Aku menggunakan narkotika jenis acid sebanyak 11 kali dalam sehari,” tuturnya. Aku menghisap ganja, sedikit meth dan kemudian duduk terdiam dan panik. Untuk menurunkannya aku biasa menghirup opium. Ibunya berkomentar bahwa ketika itu dirinya seperti baru keluar dari Auschwitz. Untuk mengurangi ketergantungan segala jenis narkoba yang ia konsumsi, Chester menghisap ganja setiap kali sakau.
Pada suatu ketika tahun 1992, Chester terlibat perkelahian dengan seorang teman ketika ia sedang mabuk dan ia memukul temannya menggunakan sebuah pistol. Sejak itu, Chester menghentikan penggunaan narkotikanya dan pindah ke Los Angeles.
Kepindahannya tersebut membawanya kepada sebuah audisi band bernama Xero yang nantinya dikenal sebagai Linkin Park dengan musik khasnya, nu-metal. Tidak lama dari itu, Chester dan Linkin Park menghasilkan prestasi luar biasa lewat album debut bertajuk Hybrid Theory pada tahun 2000. Album debut tersebut meledak dan beberapa singlenya seperi ‘One Step Closer’, ‘Crawling’, dan ‘In the End’ bertengger di peringkat teratas Billboard untuk kategori musik rock mainstream, bahkan bercokol di peringkat kedua album pop yang menghasilkan sertifikasi piringan emas. Raihan penghargaan Grammy pertama Linkin Park pun didapatkan dengan single Crawling dalam kategori Best Hard Rock Performance.
Chester Bennington dikenal dengan jangkauan suaranya yang kuat, diiringi dengan kemahiran menulis liriknya yang impresif. Catatan-catatan liriknya merupakan sebuah kisah perjalanan hidup pribadinya maupun bersama rekan-rekan bandnya. Beberapa lagu terpenting Linkin Park merupakan artefak kisah hidupnya, salah satunya pada ‘Breaking the Habit’ ketika ia menggambarkan bagaimana dirinya berusaha berhenti dan keluar dari kebiasaannya menggunakan narkotika.
Menurut Shinoda, sejumlah tur konser awal ketika bandnya melejit di kancah musik internasional, setiap orang dalam band masih sering sekali berpesta setelah unjuk gigi di atas panggung. Pada saat itu, setiap berpesta, hampir semuanya tidak sadarkan diri atau berada dalam pengaruh obat-obatan dan lainnya.
Generasi pendengar musik pada masa itu mungkin sudah tidak asing dan heran kenapa video klip Linkin Park mendominasi tayangan MTV.
Chester sempat membetuk proyek sampingan supergrup yang bernuansa lebih bernama Dead by Sunrise yang dihuni oleh sederetan musisi ternama lainnya. Pun sang vokalis pernah bergabung bersama grup rock Amerika dari San Diego, Callifornia, Stone Temple Pilots pada 2013, kemudian berhenti pada 2015 karena alasan fokus bersama Linkin Park dan keluarga. Penyanyi dengan teriakan khasnya tersebut memiliki enam anak dari dua pernikahan.
Tewasnya Chester meninggalkan awan hitam di dunia musik, baik penggemar maupun musisi-musisi ternama. Meskipun membekaskan duka mendalam kepada seluruh khalayak musik di dunia, tampaknya aksi tersebut masih menimbulkan reaksi berupa tanggapan pro dan kontra. Baru-baru ini, gitar KoRn Brian “Head” Welch mengutarakan pendapatnya melalui akun Facebook resmi miliknya.
Seperti dilansir dari Blabbermouth, Brian menyatakan kesal mendengar berita terkait Chester. Menurutnya, mati bunuh diri adalah jalan keluar cara pengecut dalam menghadapi masalah. “Bagaimana orang-orang mengabarkan ini kepada anak-anaknya dan para penggemar? Aku muak tentang hal bunuh diri! Aku pernah bertarung dengan depresi/penyakit mental, aku mencoba untuk simpatis, tapi itu sulit ketika Anda kesal! Cukup ini cukup!” tulisnya.
Namun di luar itu, hari wafatnya sang penyanyi yang bertepatan dengan hari ulang tahun sahabatnya, Chris Cornell tersebut menjadi sebuah berita besar di mana-mana. Terutama media-media besar seperti Rolling Stone, Metal Hammer, Associated Press, dan sejumlah nama lainnya.
Di Seattle, sebuah organisasi nonprofit bernama Childhaven baru saja meluncurkan Program Terapi Musik Chris Cornell yang dibantu oleh sejumlah artis ternama, juga oleh Vicky Cornell (istrinya Chris Cornell) yang menyumbangkan dana hingga $100.000 lewat Chris and Vicky Cornell Foundation.
Foto : sabado.pt