Suatu keputusan yang bijak untuk mencicil perilisan dari album kedua ini. Lelah sekali rasanya jika harus mendengarkan 28 track di waktu yang bersamaan. Album yang penuh keresahan, kesuraman, dilema dan kritik. Lagipula Hidup akan Berakhir terasa lebih “emosional” dari album pertamanya. 

Dua tahun tujuh bulan, waktu yang dibutuhkan untuk menggarap 28 lagu dengan durasi hampir 2 jam. 21/07/23 menjadi penantian akhir Hindia hingga akhirnya dapat mempersembahkan album megah nan ambisius bertajuk Lagipula Hidup akan Berakhir. Berat sekali sepertinya untuk Baskara Putra alias Hindia memformulasikan album kedua agar setidaknya selevel dengan album pertamanya yang sudah didengarkan ratusan juta kali di Spotify dan mendapatkan penghargaan di AMI Awards. Keresahan Hindia akan permasalahan yang belum usai dari album pertama mendorong Hindia menggarap album keduanya dengan lebih deep dan emosional. Kemarahan dan kesuraman tampak sangat jelas. Jika mendengarkan album pertama seperti mendengarkan audio book tentang self-improvement dan self-healing, mendengarkan album kedua–setidaknya pada bagian 1–lebih seperti mendengarkan rangkuman kabar-kabar buruk yang setiap hari muncul di Twitter dan di-retweet ribuan kali.

Baskara Putra atau Hindia (Dok. Press Release)

Mendengarkan album ini sesuai dengan urutannya, akan membuat kita menjadi sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya ingin Hindia sampaikan. “Malaikat Berputar di Atas Pencakar Langit” membuka bagian pertama sekaligus album ini dengan sebuah lantunan biola yang penuh dengan kengerian dan kesengsaraan, seperti menyaksikan sebuah landscape dengan langit mendung, pepohonan terbakar penuh asap dan mayat bertebaran sepanjang tanah membentang. Menggambarkan banyak permasalahan telah, sedang dan akan terjadi menimpa banyak orang. Layaknya kita berjalan menelusuri landscape tersebut, bagian pertama dipenuhi dengan lagu-lagu yang muram dan putus asa.

Bisa dibilang, bagian pertama adalah kumpulan masalah yang dirasakan Hindia dan mungkin dirasakan banyak orang. Menarik rasanya bagaimana Hindia menyamakan “cinta” dan hal yang bersifat “banal” pada lagu “Janji Palsu”.

“Cinta dan hal banal lain

Disobek bagaikan kain

Dijual sesuai berat

Dipakai untuk bermain.”

Cinta yang sebenarnya bukanlah hal banal–yang menurut KBBI banal berarti biasa sekali atau tidak terlalu penting–disetarakan dan digolongkan sebagai hal banal lain. Tidak ada artinya lagi sekarang, cinta sudah dijual dan dimainkan dengan bebas. “Matahari Tenggelam” yang memiliki vibes yang sangat kelam menggambarkan kesengsaraan dan kemuraman. Permasalahan tersebut berlanjut dengan “Satu Hari Lagi” yang berisi tentang “Trus apa?”. Hidup menyedihkan tanpa tujuan dan uang yang tidak lagi menjadi sasaran. Sebuah sarana introspeksi diri tentang hidup dan mati dalam “Siapa yang akan Datang ke Pemakamanmu Nanti?”. Sebuah pengingat yang sangat eksplisit dan ekstrim mengenai hubungan antar manusia. Mari kita lanjutkan dengan lagu yang mungkin menjadi favorit banyak orang dari album ini, “Cincin”. Sangat membingungkan pada awalnya dan membuatku berpikir “Mengapa “Cincin” diletakan pada bagian pertama di album ini yang bernuansa dark penuh masalah?”. Ternyata, sepenggal lirik pada bagian chorus menjelaskan kekhawatiran Baskara tentang masalah yang lebih luas ditengah lagu cinta yang didedikasikan untuk kekasihnya.

“Semoga hidup kita trus begini-gini saja

Walau sungai meluap dan kurs tak masuk logika.”

Dua masalah yang disinggung Hindia dalam penggal lirik tersebut. “sungai meluap” yang merujuk global warming dan “kurs tak masuk logika” yang merujuk pada inflasi. Kemudian track-track akhir pada bagian satu keputusasaan dan kesedihan seakan membludak tak terbendung. “Apa Kabar, Ayah?” seolah menusuk bila didengarkan dan direnungkan. Dan “Iya.. Sebentar” yang hadir seolah menjadi respon awal atas semua permasalahan yang dicurahkan pada bagian pertama.

Mari mulai masuk ke bagian kedua pada album ini. Berbeda dengan track pembuka pada bagian 1, track pembuka pada bagian kedua, “I’m Not A Robot / CAPTCHA” terdengar lebih relaxing sehingga kita dapat mengatakan kata “Akhirnya…”. Layaknya menemukan suatu cahaya dan padang rumput dibalik tebalnya asap dari pepohonan yang terbakar di tengah lapangan penuh mayat di setiap jengkal kaki. Bagian kedua merupakan respon lanjutan dari masalah-masalah yang disampaikan pada bagian satu. Hindia mencoba memberikan kiat-kiat bertahan hidup untuk para pendengarnya seburuk apapun keadaannya. Mulai dari “Forgot Password” bersama Nadin Amizah yang menyampaikan untuk lebih bijak menggunakan sosial media; permintaan maaf kepada keponakan dan generasinya atas beban yang dipikul karena kelalaian generasi pendahulunya pada “Alexandra”; perjuangan dan perayaan cinta di hadapan segudang cobaan dalam “Bayangkan Jika Kita Tidak Menyerah” yang disampaikan dengan penuh emosi pada bagian akhir lagu ini.

“Bayangkan jika kita tidak menyerah

Tantangan apapun

Dari Ayah, dari Bunda, dari dunia, dari mana, maju semua”

Penyampaian Hindia pada bagian tersebut begitu terasa. Rasanya, apapun masalah yang menghadang siap untuk dihadapi, bodoamat, sini maju! Kemudian yang juga mungkin disukai banyak orang pada bagian kedua, yaitu “Berdansalah, Karir Ini Tak Ada Artinya”. Lagu yang begitu bebas–karena memang kita diminta untuk bebas dari jeratan pekerjaan pada lagu ini.

Masih ada track yang terlewat dan sepertinya menarik untuk dibahas. Lagu penutup di tiap bagian, yaitu “Bunuh Idolamu” dan “Nabi Palsu”–walaupun masih ada “Wawancara Liar Pt. 4” di bagian kedua. Dua lagu yang sebenarnya memiliki makna yang hampir sama. membahas tentang seorang “idola” yang sebenarnya tak sesempurna itu dan tak layak untuk diidolakan. 

“Mereka semua penipu, percaya hanya pada dirimu

Mereka semua penipu, dan mungkin aku juga begitu.”

Menarik sekali bagaimana Hindia menyinggung para “idola” hingga akhirnya ia menyebutkan bahwa lagu tersebut juga ditujukan untuk dirinya sebagai “idola” banyak orang. Seolah menutup setiap bagian dengan suatu peringatan untuk jangan mengidolakan seseorang secara berlebihan, cukup cintai diri sendiri.

Pembahasan tentang “Wawancara Liar” tidak boleh terlewatkan! Treatment yang ternyata diambil kembali oleh Hindia pada album keduanya setelah rentetan “Wejangan Mama”, “Wejangan Caca” dan “Voice Note Anggra” yang tentu dengan sentuhan yang berbeda. Suara Iyas Lawrence dan Kristo Immanuel begitu fit in disetiap pembahasan yang disajikan dalam “Wawancara Liar”. Dalam 4 track ini, Hindia menyampaikan semua keresahan dengan lebih clear tanpa menggunakan kata konotatif dan kalimat perumpamaan.

Mari kita bahas sedikit tentang instrumen dan treatment dari lagu-lagu di album kedua. Album yang digarap dengan ragam genre dan suasana. “Janji Palsu” sebagai lagu yang menjadi tanda pembayaran dimuka dari LHAB memiliki DNA Feast. dalam instrumennya. Kemudian, Hindia merilis kembali salah satu single bertajuk “Masalah Masa Depan” yang mengandung unsur disko yang kuat. Seolah membingungkan pendengarnya, sebenarnya mau dibawa kemana album ini oleh Hindia. Setelah full release, ternyata memang sekaya itu. Berbeda dengan album pertama–mungkin karena track-nya juga lebih banyak. Namun, ada satu hal yang bisa disampaikan. Tempo dari lagu-lagu di album ini menyesuaikan keadaan dan urutan sehingga cerita dapat terangkai dengan baik.

Lagu-lagu yang dirilis di album kedua ini sepertinya merupakan kumpulan karya Baskara dalam beberapa versi dirinya. Ada vibes Feast., Lomba Sihir, dan tentu Hindia pada album ini. Dan–ini mungkin juga menarik–Hindia selalu membuat lagu yang berkolaborasi dengan musisi lain menjadi seolah-olah itu lagu mereka atau dibuat untuk mereka. Mari sedikit flashback pada album pertama Menari Dalam Bayangan. “Belum Tidur” yang berkolaborasi dengan Sal Priadi terasa seperti lagu itu milik Sal. Kemudian mari kita tengok lagu-lagu yang berkolaborasi di album kedua. “Selebrisik” bersama Tuantigabelas dan Rubina, “Forgot Password” bersama Nadin Amizah, “Jangan Jadi Pahlawan” bersama Teddy Adhitya yang ternyata juga diisi oleh Rendy Pandugo. Lagu-lagu tersebut disesuaikan dengan karakter musisi-musisi yang berkolaborasi.

Sebenarnya, masih banyak yang bisa dibahas dari album ini. Entah akan berapa halaman lagi jika semuanya dituangkan. Sebuah penantian panjang. Akhirnya, “Menari Dalam Bayangan” memiliki seorang adik. Adik yang sangat kompleks, jauh berbeda dengan kakaknya. Adik yang melengkapi kehadiran seorang kakak yang masih penuh dengan pertanyaan dan pencarian alasan. Congrats untuk Baskara dan Enrico! Album ini sangat istimewa. Entah apakah Hindia akan membuat album ketiga atau tidak. Namun setidaknya, saat ini Baskara bisa beristirahat tanpa memikirkan album selanjutnya.

Album ini sudah rilis full dalam dua bagian di platform musik sejak 21 Juli 2023. Dengarkan sekarang atau cek album ini secara berkala di kemudian hari.  Lagu-lagu di album ini–sama sepertinya album pertama–akan relate dengan setiap orang pada waktunya masing-masing, mungkin tidak sekarang, berbeda setiap orang. Siapa tahu salah satu lagu akan relate dengan kehidupanmu di waktu tertentu.